Latest Post

Pengertian Jama'ah

1. Definisi jamaah secara bahasa

Makna Jamaah di segi bahasa diambil dari kata ุฌู…ุน.
Dikatakan: ุฌู…ุน ุงู„ู…ุชูุฑู‚ุฉ “Menyatukan yang berpecah-belah”.
Dan ุงู„ุฌู…ุงุนุฉ ุถุฏ ุงู„ูุฑู‚ุฉ “Jamaah lawannya berpecah-belah” Lihat: (1). Lisan al-Arabi 8/53 (ู…ุงุฏุฉ ุฌู…ุน).
Lihat: (2). ู…ุฌู…ูˆุน ูุชุงูˆู‰ 3/157 Ibn Taimiyah.


Al-Jamaah juga secara bahasa diambil dari kalimah (ุงู„ุฌู…ุน) al-Jam’u, bermaksud:
(1). Mengumpulkan atau menyatu-padukan yang berpecah-belah (bercerai-berai).
(2). Bersatu dan lawannya berpecah-belah.
(3). Perkumpulan manusia yang bersatu untuk tujuan yang sama”. Lihat: (1) ู…ุฌู…ูˆุนุฉ ูุชุงูˆู‰ Jld. 3. Hlm. 157


Jamaah dalam pengertian bahasa ini dikaitkan dengan jumlah orang yang berkumpul. Pakar bahasa (ulama nahwu) berpendapat bahwa jamaah adalah jumlah tiga orang atau lebih. Sedangkan para ulama fikih berpendapat bahwa jamaah adalah jumlah dua rang atau lebih


2. Definisi secara istilah

Dikalangan para ulama terdapat perbedaan pendapat dalam menerangkan makna jamaah dalam berbagai hadits-hadits nabi saw, diantaranya :
  1. Jamaah adalah kelompok yang terbesar (ุงู„ุณูˆุงุฏ ุงู„ุงุนุธู…) dari kalangan umat Islam. Ini adalah pendapat dua sahabat. Yaitu abdullah ibnu mas’ud dan uqbah bin amr. Lihat: H/R At-Tabari dalam “Al-Kabir” (1/320)
  2. Jamaah adalah Golongan para ulama yang mujtahid dari kalangan para ulama tafsir, hadits, dan fuqoha. (1). Ini kata-kata ‘Amru bin Qais dalam ุงู„ุงุจุงู†ุฉ. 2/492. Ibn Battah; (2). Perkataan Bukhari di dalam kitab sahihnya (13/328); (3). Turmizi dalam sunnannya (4/467)
  3. Jamaah Secara khususnya ialah para sahabat Nabi Muhammad. Inilah yang dijelaskan oleh al-Barbahari dalam ุดุฑุญ ุงู„ุณู†ุฉ Hlm. 22
  4. Jamaah adalah Setiap mukmin yang mengikut kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Lihat: ุดุฑุญ ุงู„ุณู†ุฉ Hlm. 22. Al-Barbahari
  5. Jamaah adalah imamah (khilafah) yang dipimpin oleh seorang imam (khalifah) Lihat: ุงู„ุงุนุชุตุงู… Jld. 2. Hlm. 263. As-Syatibi. Fathul Bari 13/38.
Penelitian para ulama muhaqqiqun menyimpulkan bahwa kelima pendapat ulama diatas pada dasarnya kembali kepada dua makna pokok, yaitu :

1. JAMAAH ADALAH KEBENARAN DAN AGAMA YANG BENAR (AL-HAQQ, AL-ISLAM) 
yaitu kebenaran yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diikuti oleh Rasulullah saw, para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan yang mengikuti mereka dengan baik.

ุฃَู„َุง ุฅِู†َّ ู…َู†ْ ู‚َุจْู„َูƒُู…ْ ู…ِู†ْ ุฃَู‡ْู„ِ ุงู„ْูƒِุชَุงุจِ ุงูْุชَุฑَู‚ُูˆุง ุนَู„َู‰ ุซِู†ْุชَูŠْู†ِ ูˆَุณَุจْุนِูŠู†َ ู…ِู„َّุฉً ูˆَุฅِู†َّ ู‡َุฐِู‡ِ ุงู„ْู…ِู„َّุฉَ ุณَุชَูْุชَุฑِู‚ُ ุนَู„َู‰ ุซَู„َุงุซٍ ูˆَุณَุจْุนِูŠู†َ ุซِู†ْุชَุงู†ِ ูˆَุณَุจْุนُูˆู†َ ูِูŠ ุงู„ู†َّุงุฑِ ูˆَูˆَุงุญِุฏَุฉٌ ูِูŠ ุงู„ْุฌَู†َّุฉِ ูˆَู‡ِูŠَ ุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉُ
(ABUDAUD - 3981) : "Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlu kitab berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan; tujuh puluh dua golongan masuk neraka dan satu golongan masuk surga, yaitu Al Jama'ah.

ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู„َูŠَุฃْุชِูŠَู†َّ ุนَู„َู‰ ุฃُู…َّุชِูŠ ู…َุง ุฃَุชَู‰ ุนَู„َู‰ ุจَู†ِูŠ ุฅِุณْุฑَุงุฆِูŠู„َ ุญَุฐْูˆَ ุงู„ู†َّุนْู„ِ ุจِุงู„ู†َّุนْู„ِ ุญَุชَّู‰ ุฅِู†ْ ูƒَุงู†َ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ู…َู†ْ ุฃَุชَู‰ ุฃُู…َّู‡ُ ุนَู„َุงู†ِูŠَุฉً ู„َูƒَุงู†َ ูِูŠ ุฃُู…َّุชِูŠ ู…َู†ْ ูŠَุตْู†َุนُ ุฐَู„ِูƒَ ูˆَุฅِู†َّ ุจَู†ِูŠ ุฅِุณْุฑَุงุฆِูŠู„َ ุชَูَุฑَّู‚َุชْ ุนَู„َู‰ ุซِู†ْุชَูŠْู†ِ ูˆَุณَุจْุนِูŠู†َ ู…ِู„َّุฉً ูˆَุชَูْุชَุฑِู‚ُ ุฃُู…َّุชِูŠ ุนَู„َู‰ ุซَู„َุงุซٍ ูˆَุณَุจْุนِูŠู†َ ู…ِู„َّุฉً ูƒُู„ُّู‡ُู…ْ ูِูŠ ุงู„ู†َّุงุฑِ ุฅِู„َّุง ู…ِู„َّุฉً ูˆَุงุญِุฏَุฉً ู‚َุงู„ُูˆุง ูˆَู…َู†ْ ู‡ِูŠَ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ู‚َุงู„َ ู…َุง ุฃَู†َุง ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุฃَุตْุญَุงุจِูŠ
(TIRMIDZI - 2565) : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Pasti akan datang kepada ummatku, sesuatu yang telah datang pada bani Israil seperti sejajarnya sandal dengan sandal, sehingga apabila di antara mereka (bani Israil) ada orang yang menggauli ibu kandungnya sendiri secara terang terangan maka pasti di antara ummatku ada yang melakukan demikian, sesungguhnya bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan, " para sahabat bertanya, "Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Mereka adalah golongan yang mana aku dan para sahabatku berpegang teguh padanya".


Jamaah dalam pengertian ini tidak berhubungan dengan sedikit banyaknya orang. Sekalipun seorang diri, selama mengikuti kebenaran Al-Qur’an dan sunnah maka ia disebut jamaah. Sebaliknya, sekalipun berkumpul satu milyar manusia namun idak mengikuti kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah, maka mereka bukanlah jamaah. Sahabat ibnu Mas’ud berkata :

ุงِู†َّ ุฌُู…ْู‡ُูˆْุฑ ุงู„ู†َّุงุณِ ูَุงุฑِู‚ُูˆْุง ุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉ ،ูˆَุงู†َّ ุงَู„ْุฌَู…َุงุนَุฉ ู…َุง ูˆَุงูَู‚َ ุงู„ْุญَู‚َّ ูˆَุงِู†ْ ูƒُู†ْุชَ ูˆَุญْุฏَูƒَ.
“Sesungguhnya kebanyakan manusia akan meninggalkan Jamaah, sesungguhnya Al-Jamaah ialah apabila mengikuti kebenaran sekalipun engkau hanya seorang diri .” Lihat: Syarah Usul iktiqad. No. 160. Al-Lalikaii.
Berkata juga Naim bin Hammad menerangkan makna atsar ibnu mas’ud diatas,

ุงَูŠ ุงِุฐَุง ูَุณَุฏَุชِ ุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉ ، ูَุนَู„َูŠْูƒَ ุจِู…َุง ูƒَุงู†َุชْ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉ ู‚َุจْู„َ ุงَู†ْ ุชَูْุณَุฏَ ، ูˆَุงِู†ْ ูƒُู†ْุชَ ูˆَุญْุฏَูƒَ ، ูَุงِู†َّูƒَ ุงَู†ْุชَ ุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉَ ุญِูŠْู†َุฆِุฐٍ.
“yaitu apabila telah rusak sekalian jamaah (masyarakat sekitarmu), maka wajib bagimu mengikuti jamaah sebelum rusak, sekalipun engkau seorang diri karena pada saat itu engkau adalah jamaah”. Lihat: ุงุนู„ุงู… ุงู„ู…ูˆู‚ุนูŠู† 3/397. Ibnu Qayyim

Berkata Abu Syamah rahimahullah:
“Apabila telah datang perintah agar komitmen kepada al-Jamaah, yang dimaksudkan dengannya ialah beriltizam pada al-Haq (kebenaran) dan mengikutinya, walaupun yang berpegang kepada kebenaran amat sedikit, yang meninggalkannya amat banyak. Karena kebenaran yang berada bersama pada Jamaah yang pertama bersama Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam serta para sahabat radiallahu ‘anhum tidak pernah melihat kepada ramainya ahli batil sesudah mereka”. Lihat: ุงู„ุจุงุนุซ ุนู„ู‰ ุงู†ูƒุงุฑ ุงู„ุจุฏุน ูˆุงู„ุญูˆุงุฏุซ hlm. 22. Abu Syamah.

Umat islam yang menetapi kebenaran disebut jamaah dalam pengertian ini. Adapun orang islam yang murtad disebut “memisahkan diri dari jamaah” dalam pengertian ini, seperti yang disebutkan dalam hadits :

ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู„َุง ูŠَุญِู„ُّ ุฏَู…ُ ุงู…ْุฑِุฆٍ ู…ُุณْู„ِู…ٍ ูŠَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†ْ ู„َุง ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„َّุง ุงู„ู„َّู‡ُ ูˆَุฃَู†ِّูŠ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฅِู„َّุง ุจِุฅِุญْุฏَู‰ ุซَู„َุงุซٍ ุงู„ู†َّูْุณُ ุจِุงู„ู†َّูْุณِ ูˆَุงู„ุซَّูŠِّุจُ ุงู„ุฒَّุงู†ِูŠ ูˆَุงู„ْู…َุงุฑِู‚ُ ู…ِู†ْ ุงู„ุฏِّูŠู†ِ ุงู„ุชَّุงุฑِูƒُ ู„ِู„ْุฌَู…َุงุนَุฉِ
(BUKHARI - 6370) : Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "darah seorang muslim yang telah bersyahadat laa-ilaaha-illallah dan mengakui bahwa aku utusan Allah terlarang ditumpahkan selain karena alasan diantara tiga; membunuh, berzina dan dia telah menikah, dan meninggalkan agama, meninggalkan jamaah muslimin."



2. JAMAAH ADALAH JAMA’ATUL MUSLIMIN
Yaitu imamah (khilafah) yang dipimpin oleh seorang imam (khalifah) yang sah yang mengakkan syariat Allah swt. Makna ini yang dipergunakan dalam hadits-hadits berikut

ุนَู†ْ ุฃَุจِู‰ ุฐَุฑٍّ ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู†ْู‡ُ ู‚َุงู„َ، ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…: ู…َู†ْ ูَุงุฑَู‚َ ุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉَ ู‚ِูŠْุฏَ ุดِุจْุฑٍ ูَู‚َุฏْ ุฎَู„َุนَ ุฑِุจْู‚َุฉَ ุงู„ุฅِุณْู„ุงَู…ِ ู…ِู†ْ ุนُู†ُู‚ِู‡ِ 
“Dari Abu Dzar radliyallahu 'anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa memisahkan diri dari Al-Jama'ah walaupun sejengkal, maka berarti dia telah melepaskan ikatan Islam dari tengkuknya." (HR Abu Daud, Ahmad dan Hakim)

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ู‚َุงู„َ ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู…َู†ْ ุฎَุฑَุฌَ ู…ِู†ْ ุงู„ุทَّุงุนَุฉِ ูˆَูَุงุฑَู‚َ ุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉَ ุซُู…َّ ู…َุงุชَ ู…َุงุชَ ู…ِูŠุชَุฉً ุฌَุงู‡ِู„ِูŠَّุฉً
Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa keluar dari keta'atan dan memisahkan diri dari Jama'ah kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. (HR Muslim No.3437)

ุนَู†ْ ุงุจْู†ِ ุนَุจَّุงุณٍ ุนَู†ْ ุฑَุณُูˆู„ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู‚َุงู„َ ู…َู†ْ ูƒَุฑِู‡َ ู…ِู†ْ ุฃَู…ِูŠุฑِู‡ِ ุดَูŠْุฆًุง ูَู„ْูŠَุตْุจِุฑْ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูَุฅِู†َّู‡ُ ู„َูŠْุณَ ุฃَุญَุฏٌ ู…ِู†ْ ุงู„ู†َّุงุณِ ุฎَุฑَุฌَ ู…ِู†ْ ุงู„ุณُّู„ْุทَุงู†ِ ุดِุจْุฑًุง ูَู…َุงุชَ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุฅِู„َّุง ู…َุงุชَ ู…ِูŠุชَุฉً ุฌَุงู‡ِู„ِูŠَّุฉً
Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah SAW, beliau bersabda: "Barangsiapa membenci sesuatu pada diri pemimpinnya, hendaknya ia bersabar sebab tidaklah seseorang keluar dari kepemimpinan (kaum Muslimin) walau sejengkal, kemudian mati kecuali ia mati seperti mati jahiliyah." (HR Muslim No.3439)

ุญَุฏَّุซَู†َุง ู…ُุณَุฏَّุฏٌ ุญَุฏَّุซَู†َุง ุนَุจْุฏُ ุงู„ْูˆَุงุฑِุซِ ุนَู†ْ ุงู„ْุฌَุนْุฏِ ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ุฑَุฌَุงุกٍ ุนَู†ْ ุงุจْู†ِ ุนَุจَّุงุณٍ ุนَู†ْ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู‚َุงู„َ ู…َู†ْ ูƒَุฑِู‡َ ู…ِู†ْ ุฃَู…ِูŠุฑِู‡ِ ุดَูŠْุฆًุง ูَู„ْูŠَุตْุจِุฑْ ูَุฅِู†َّู‡ُ ู…َู†ْ ุฎَุฑَุฌَ ู…ِู†ْ ุงู„ุณُّู„ْุทَุงู†ِ ุดِุจْุฑًุง ู…َุงุชَ ู…ِูŠุชَุฉً ุฌَุงู‡ِู„ِูŠَّุฉً
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami 'Abdul warits dari Al Ja'd dari Abu Raja' dari Ibnu 'Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Siapa yang tidak menyukai kebijakan amir (pemimpinnya) hendaklah bersabar, sebab siapapun yang keluar dari ketaatan kepada amir sejengkal, ia mati dalam jahiliyah." (HR Bukhari No.6530)

Yang dimaksud jamaah dalam hadits-hadits di atas adalah imamah (khilafah) yang dipimpin oleh seorang imam (khalifah) yang menegakkan syariat islam dimuka bumi, walaupun dia seorang yang dzalim, fasik dan ahli bid’ah.

Imam Ibnu Abi Jarrah berkata : yang dimaksud dengan memisahkan diri adalah berusaha untuk melepaskan baiat yang telah dicapai oleh amir (imam) tersebut, walau dengan tindakan yang paling ringan sekalipun. Maka nabi saw menyebutnya dengan kata “sejarak sejengkal” karena tindakan itu akan berujung pada pertmpahan darah tanpa alasan yang benar. (Fathul Bari’ 13/9)

Nu’aim bin Hammad mengatakan kepada Sufyan bin ‘Uyainah: apa pendapatmu tentang sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Barangsiapa yang meninggalkan jama’ah maka ia telah menanggalkan kalung Islam dari lehernya’ maka Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan: Barangsiapa yang meningalkan jama’ah ia telah menanggalkan ketaatan kepada Allah dan tidak berserah diri kepada perintah-Nya, kepada Rasul dan kepada pimpinan dan saya tidak mengetahui seseorang diberi hukuman lebih dari hukuman mereka ……Ini pada orang-orang Islam [at Tamhid karya Ibnu Abdil bar 21:283]

Al Khattabi (wafat:388 H) mengatakan:”Ribqoh artinya sesuatu yang dikalungkan di leher binatang..(Maksudnya) dia telah tersesat dan binasa dan menjadi seperti binatang jika dilepaskan dari kalungnya yang terikat padanya maka binatang tersebut tidak aman dari binasaan dan hilang [Aunul ma’bud syarh sunan Abu Dawud:13/72-73]

Al Mubarakfuri mengatakan: Ribqoh…maksudnya apa yang diikatkan oleh seorang muslim pada dirinya dari ikatan Islam yakni batasan-batasannya, hukum-hukumnya, perintah-perintah dan larangannya. Sebagian mengatakan: ia telah membuang perjanian Allah, membatalkan tangung jawabnya yang melekat pada leher-leher hamba. [ tuhfatul Ahwadzi syarah sunan at Tirmidzi :8/131]

Al Munawi mengatakan: (Maksudnya) menyepelekan aturan-aturan Allah, perintah-perintah-Nya dan larangan-larangan-Nya serta meninggalkannya secara keseluruhan [faidhul Qodir:6/11]

As Suyuthi mengatakan: Maksudnya apa yang diikatkan oleh seorang muslim pada dirinya dari ikatan Islam yakni batasan-batasannya, hukum-hukumnya, perintah-perintah dan larangannya. [Syarh Suyuthi pada sunan an Nasa’i:8/65]

Imam Nawawi mengatakan maksud hadits itu: Maksudnya seperti keadaan matinya orang jahiliyyah dari sisi mereka itu kacau tidak punya imam [syarh Shahih Muslim:12/441]

Ibnu Hajar (wafat:852 H) mengatakan: Yang dimaksud (mati dalam keaadaan jahiliyyah) adalah keadaan matinya seperti matinya orang jahiliyyah yakni diatas kesesatan tidak punya imam yang ditaati karena mereka dulu tidak tahu yang demikian. Bukan yang dimaksud ia mati kafir, bahkan (maksudnya) mati dalam keadaan maksiat…[fathul bari syarah Shahih Bukhari:13/7]

Demikian kata para ulama, tidak terdapat dari mereka tafsir bahwa maksudnya kafir dan keluar dari Islam.

Oleh karena itu umat islam wajib berpegang teguh dengan jamaah dalam artian kedua makna secara istilah tersebut. Yaitu:

1. berpegang teguh pada kebenaran Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman dan pengamalan salafus sholih

2. berpegang teguh dengan imamah (khilafah) yang menegakkan syariat Allah dimuka bumi.

ุฃَู†َّ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู‚َุงู„َ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุฃَู…َุฑَ ูŠَุญْูŠَู‰ ุจْู†َ ุฒَูƒَุฑِูŠَّุง ุจِุฎَู…ْุณِ ูƒَู„ِู…َุงุชٍ.... ูˆَุฃَู†َุง ุขู…ُุฑُูƒُู…ْ ุจِุฎَู…ْุณٍ ุงู„ู„َّู‡ُ ุฃَู…َุฑَู†ِูŠ ุจِู‡ِู†َّ ุงู„ุณَّู…ْุนُ ูˆَุงู„ุทَّุงุนَุฉُ ูˆَุงู„ْุฌِู‡َุงุฏُ ูˆَุงู„ْู‡ِุฌْุฑَุฉُ ูˆَุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉُ ูَุฅِู†َّู‡ُ ู…َู†ْ ูَุงุฑَู‚َ ุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉَ ู‚ِูŠุฏَ ุดِุจْุฑٍ ูَู‚َุฏْ ุฎَู„َุนَ ุฑِุจْู‚َุฉَ ุงู„ْุฅِุณْู„َุงู…ِ ู…ِู†ْ ุนُู†ُู‚ِู‡ِ ุฅِู„َّุง ุฃَู†ْ ูŠَุฑْุฌِุนَ ูˆَู…َู†ْ ุงุฏَّุนَู‰ ุฏَุนْูˆَู‰ ุงู„ْุฌَุงู‡ِู„ِูŠَّุฉِ ูَุฅِู†َّู‡ُ ู…ِู†ْ ุฌُุซَุง ุฌَู‡َู†َّู…َ ูَู‚َุงู„َ ุฑَุฌُู„ٌ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ูˆَุฅِู†ْ ุตَู„َّู‰ ูˆَุตَุงู…َ ู‚َุงู„َ ูˆَุฅِู†ْ ุตَู„َّู‰ ูˆَุตَุงู…َ ูَุงุฏْุนُูˆุง ุจِุฏَุนْูˆَู‰ ุงู„ู„َّู‡ِ ุงู„َّุฐِูŠ ุณَู…َّุงูƒُู…ْ ุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠู†َ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠู†َ ุนِุจَุงุฏَ ุงู„ู„َّู‡ِ
"Dan aku memerintahkan lima hal pada kalian yang diperintahkan Allah padaku, yaitu; mendengar, taat, jihad, hijrah dan jama'ah, sebab barangsiapa meninggalkan jama'ah barang sejengkal, maka ia telah melepas tali Islam dari lehernya, kecuali jika ia kembali. Dan barangsiapa menyerukan seruan jahiliyah, maka ia termasuk bangkai neraka jahanam." Seseorang bertanya; "Wahai Rasulullah, meski ia shalat dan puasa?" Beliau menjawab: "Meski ia shalat dan puasa, oleh karena itu, serukanlah seruan Allah yang menyebut kalian sebagai kaum muslimin, mu`minin dan hamba-hamba Allah." (HR Tirmidzi No.2790)

ูƒَุงู†َ ุงู„ู†َّุงุณُ ูŠَุณْุฃَู„ُูˆู†َ ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุนَู†ِ ุงู„ْุฎَูŠْุฑِ ูˆَูƒُู†ْุชُ ุฃَุณْุฃَู„ُู‡ُ ุนَู†ِ ุงู„ุดَّุฑِّ ู…َุฎَุงูَุฉَ ุฃَู†ْ ูŠُุฏْุฑِูƒَู†ِูŠ ูَู‚ُู„ْุชُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฅِู†َّุง ูƒُู†َّุง ูِูŠ ุฌَุงู‡ِู„ِูŠَّุฉٍ ูˆَุดَุฑٍّ ูَุฌَุงุกَู†َุง ุงู„ู„َّู‡ُ ุจِู‡َุฐَุง ุงู„ْุฎَูŠْุฑِ ูَู‡َู„ْ ุจَุนْุฏَ ู‡َุฐَุง ุงู„ْุฎَูŠْุฑِ ู…ِู†ْ ุดَุฑٍّ ู‚َุงู„َ ู†َุนَู…ْ ู‚ُู„ْุชُ ูˆَู‡َู„ْ ุจَุนْุฏَ ุฐَู„ِูƒَ ุงู„ุดَّุฑِّ ู…ِู†ْ ุฎَูŠْุฑٍ ู‚َุงู„َ ู†َุนَู…ْ ูˆَูِูŠู‡ِ ุฏَุฎَู†ٌ ู‚ُู„ْุชُ ูˆَู…َุง ุฏَุฎَู†ُู‡ُ ู‚َุงู„َ ู‚َูˆْู…ٌ ูŠَู‡ْุฏُูˆู†َ ุจِุบَูŠْุฑِ ู‡َุฏْูŠِูŠ ุชَุนْุฑِูُ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ูˆَุชُู†ْูƒِุฑُ ู‚ُู„ْุชُ ูَู‡َู„ْ ุจَุนْุฏَ ุฐَู„ِูƒَ ุงู„ْุฎَูŠْุฑِ ู…ِู†ْ ุดَุฑٍّ ู‚َุงู„َ ู†َุนَู…ْ ุฏُุนَุงุฉٌ ุนَู„َู‰ ุฃَุจْูˆَุงุจِ ุฌَู‡َู†َّู…َ ู…َู†ْ ุฃَุฌَุงุจَู‡ُู…ْ ุฅِู„َูŠْู‡َุง ู‚َุฐَูُูˆْู‡ُ ูِูŠู‡َุง ู‚ُู„ْุชُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตِูْู‡ُู…ْ ู„َู†َุง ู‚َุงู„َ ู‡ُู…ْ ู…ِู†ْ ุฌِู„ْุฏَุชِู†َุง ูˆَูŠَุชَูƒَู„َّู…ُูˆู†َ ุจِุฃَู„ْุณِู†َุชِู†َุง ู‚ُู„ْุชُ ูَู…َุง ุชَุฃْู…ُุฑُู†ِูŠ ุฅِู†ْ ุฃَุฏْุฑَูƒَู†ِูŠ ุฐَู„ِูƒَ ู‚َุงู„َ ุชَู„ْุฒَู…ُ ุฌَู…َุงุนَุฉَ ุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠู†َ ูˆَุฅِู…َุงู…َู‡ُู…ْ ู‚ُู„ْุชُ ูَุฅِู†ْ ู„َู…ْ ูŠَูƒُู†ْ ู„َู‡ُู…ْ ุฌَู…َุงุนَุฉٌ ูˆَู„ุงَ ุฅِู…َุงู…ٌ ู‚َุงู„َ ูَุงุนْุชَุฒِู„ْ ุชِู„ْูƒَ ุงู„ْูِุฑَู‚َ ูƒُู„َّู‡َุง ูˆَู„َูˆْ ุฃَู†ْ ุชَุนَุถَّ ุจِุฃَุตْู„ِ ุดَุฌَุฑَุฉٍ ุญَุชَّู‰ ูŠُุฏْุฑِูƒَูƒَ ุงู„ْู…َูˆْุชُ ูˆَุฃَู†ْุชَ ุนَู„َู‰ ุฐَู„ِูƒَ .
Artinya: Imam Muslim berkata:”Muhammad bin Al Mutsanna telah menyampaikan berita kepadaku, (katanya); Al Walid Ibnu Muslim telah menyampaikan berita kepadaku, (katanya); ‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir telah menyampaikan berita kepada kami, (katanya); Busr bin ‘Abdullah Al Hadiramy telah menyampaikan berita kepadaku, bahwa dia telah mendengar Abu Idris Al Khaulany berkata; Aku mendengar Hudzaifah Ibnul Yaman berkata;
“Adalah orang-orang (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan adalah saya bertanya kepada Rasulullah tentang kejahatan, khawatir kejahatan itu menimpa diriku, maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu berada di dalam Jahiliyah dan kejahatan, maka Allah mendatangkan kepada kami dengan kebaikan ini (Islam). Apakah sesudah kebaikan ini timbul kejahatan? Rasulullah menjawab: “Benar!” Saya bertanya: Apakah sesudah kejahatan itu datang kebaikan? Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi di dalamnya ada kekeruhan (dakhon).” Saya bertanya: “Apakah kekeruhannya itu?” Rasulullah menjawab: “Yaitu orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku. (dalam riwayat Muslim) “Kaum yang berperilaku bukan dari Sunnahku dan orang-orang yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku, engkau ketahui dari mereka itu dan engkau ingkari.” Aku bertanya: “Apakah sesudah kebaikan itu akan ada lagi keburukan?” Rasulullah menjawab: “Ya, yaitu adanya penyeru-penyeru yang mengajak ke pintu-pintu Jahannam. Barangsiapa mengikuti ajakan mereka, maka mereka melemparkannya ke dalam Jahannam itu.” Aku bertanya: “Ya Rasu lullah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka itu kepada kami.” Rasululah menjawab: “Mereka itu dari kulit-kulit kita dan berbicara menurut lidah-lidah (bahasa) kita.” Aku bertanya: “Apakah yang eng kau perintahkan kepadaku jika aku menjumpai keadaan yang demikian?” Rasulullah bersabda: “hendaklah engkau menetapi Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka !” Aku bertanya: “Jika tidak ada bagi mereka Jama’ah dan Imaam?” Rasulullah bersabda: “Hendaklah engkau keluar menjauhi firqoh-firqoh itu semuanya, walaupun engkau sam pai menggigit akar kayu hingga kematian menjum paimu, engkau tetap demikian.” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/65, Muslim, Shahih Muslim: II/134-135 dan Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah:II/475. Lafadz Al-Bukhari).

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ู‚َุงู„َ: ((ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ: ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุชุนุงู„ู‰ ูŠَุฑْุถَู‰ ู„َูƒُู…ْ ุซَู„ุงุซًุง, ูˆَูŠَูƒْุฑَู‡ُ ู„َูƒُู…ْ ุซَู„ุงุซًุง، ูَูŠَุฑْุถَู‰ ู„َูƒُู…ْ ุฃَู†ْ ุชَุนْุจُุฏُูˆู‡ُ, ูˆَู„ุง ุชُุดْุฑِูƒُูˆุง ุจِู‡ِ ุดَูŠْุฆًุง، ูˆَุฃَู†ْ ุชَุนْุชَุตِู…ُูˆุง ุจِุญَุจْู„ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฌَู…ِูŠุนًุง ูˆَู„ุง ุชَูَุฑَّู‚ُูˆุง، ูˆَูŠَูƒْุฑَู‡ُ ู„َูƒُู…ْ ู‚ِูŠู„َ ูˆَู‚َุงู„َ, ูˆَูƒَุซْุฑَุฉَ ุงู„ุณُّุคَุงู„ِ, ูˆَุฅِุถَุงุนَุฉِ ุงู„ْู…َุงู„َ)) [ุฃุฎุฑุฌู‡ ู…ุณู„ู… ููŠ ุงู„ุตุญูŠุญ]
Dari Abi Hurairah r.a berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah meridhakan pada kalian dengan tiga perkara dan membencikan pada kalian dengan tiga perkara , maka Allah meridhakan pada kalian (agar) beribadah kepada-Nya dengan tidak menyekutukanNya dan bahwa kalian menetapi tali (agama) Allah dengan berjama’ah dan tidak berfirqah, dan Allah membencikan pada kalian “dikatakan dan dia berkata”, banyak pertanyaan, dan menyia-nyiakan harta.” HR Muslim : 4578



Dien Ini Hanya Akan Dipikul Oleh Mereka Yang Bermental Baja

Ketahuilah bahwa dien ini hanya tegak di atas pundak orang-orang yang memiliki ‘azam yang kuat. Ia tidak akan tegak di atas pundak orang-orang yang lemah dan suka berhura-hura, tidak akan pernah!
Dien yang agung ini hanya akan tegak di pundak orang-orang yang agung pula. Tanggung jawab besar yang sempat dienggani oleh langit dan bumi, pasti hanya akan dipikul oleh ahlinya, rijalnya.

Bagaimana mungkin Islam akan tegak tanpa ‘azam seteguh ‘azam Anas bin Nadlar yang pernah berkata, “Sekiranya Allah memberi kesempatan kepadaku untuk memerangi orang-orang musyrik, niscaya Dia akan melihat apa yang aku lakukan.”
Lalu ia mengikuti perang uhud, berperang, dan gugur di sana. Pada tubuhnya didapati lebih dari 80 luka bekas anak panah, pedang, dan tombak. Tubuhnya terkoyak tak terkenali lagi. Hanya saudara perempuannya yang mengenalinya, dari jari-jemarinya.[1]

Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali jaya dan mulia tanpa ‘azam sekokoh ‘azam Abu Bakar ash-Shiddiq saat terjadi gerakan murtad massal. Saat itu, ia yang telah lanjut usia dan sangat gampang menangis, dengan ketegaran batu karang berkata, “Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan antara shalat dan zakat. Sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah sekiranya mereka tidak membayarkan satu iqal yang mereka bayarkan kepada Rasulullah saw niscaya aku akan benar-benar memerangi mereka karenanya.”[2]
Ia juga berkata, “Demi Allah yang tiada Ilah yang haq selain Dia, kalaupun anjing-anjing menyeret kaki istri-istri Rasulullah saw, aku tidak akan menarik mundur pasukan yang telah diberangkatkan oleh Rasulullah saw dan aku pun tidak akan melipat panji yang telah dikibarkan oleh Rasulullah saw”[3]

Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali mendapatkan kemuliaan dan ‘izzahnya tanpa tekad baja seperti tekad Mush’ab bin ‘Umeir. Tekad yang membuatnya meninggalkan kehidupan masa muda, masa hura-hura[4], menuju kehidupan yang keras, fakir, dan bersahaja. Tekad yang telah menjadikan Mush’ab sebagai pintu masuk Islamnya kebanyakan penduduk Madinah.
Bahkan Anda akan merasakan bahwa Mush’ab adalah seorang pemilik tekad, sampai di saat kematiannya! Ia yang memegang panji dalam perang Uhud, tangan kanannya terputus, sehingga ia memegangnya dengan tangan kiri. Tangan kirinya pun terputus, maka ia memegang panji dengan kedua lengannya. Dalam keadaan seperti itu, Ibnu Qum’ah ~yang terlaknat~ menyabetkan pedangnya, dan Mush’ab pun gugur, semoga Allah merahmatinya. Bahkan lagi, mungkin Anda akan merasakan betapa tekad Mush’ab melekat erat padanya. Mush’ab, seorang pemuda perlente … para sahabat tidak mendapati kain yang cukup untuk mengkafaninya selain secarik kain, jika bagian atasnya ditutup akan tampaklah kakinya, dan jika kakinya yang ditutup akan tampaklah kepalanya! Maka Rasulullah saw memerintahkan mereka supaya menutup bagian kepalanya, dan menutupi kedua kakinya dengan rumput idzkhir.

Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali mendapatkan kemuliaan dan ‘izzahnya tanpa tekad baja seperti tekad Shalahuddin al-Ayyubi. Tekad yang telah memporak-porandakan pasukan salib di Hiththin dan mengembalikan ummat Islam kepada aqidah yang benar… setelah hampir saja tenggelam di kegelapan lautan Syi’ah dan kesesatan Bathiniyyah.
   Betapa kita sangat membutuhkan tekad yang dimiliki oleh Shalahuddin al-Ayyubi. Tekad yang telah menjadikan Sultan yang agung ini meninggalkan kemewahan hidup para raja, dan justru memilih kehidupan di bawah kemah yang terombang-ambing ditiup angin di tengah gurun sahara.
   Seluruh hidupnya dia habiskan di bawah terpaan terik dan keringnya gurun pasir di musim panas serta dinginnya angin yang bertiup dan salju yang turun di musim dingin… Ia bersama para mujahidin.
   Betapa indah penuturan seorang sejarawan, Ibnu Syidad tentangnya, “Kecintaan dan rindu dendamnya terhadap jihad telah meluapi hati dan seluruh persendiannya. Semua pembicaraannya tentang jihad. Semua kajiannya tentang perlengkapan jihad. Semua perhatiannya tentang pasukan tempur. Semua kecenderungannya terhadap orang-orang yang mengingatkan dan mendorong kepada jihad. Demi cintanya kepada jihad fi sabilillah, ia telah meninggalkan keluarga, anak-anaknya, kampungnya, tempat tinggalnya, dan seluruh negerinya dan rela memilih hidup di bawah kemah yang bergoyang ke kanan dan ke kiri dihembus angin.”[5]
   Jikalau bukan karena Allah menganugerahkan tekad Shalahuddin al-Ayyubi kepada ummat ini, niscaya dien ummat ini dan juga buminya akan sama rata, tidak tersisa tempat untuk hidup baginya.

Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali mendapatkan kemuliaan dan ‘izzahnya tanpa tekad baja seperti tekad ‘Umar bin ‘Abdul‘aziz, yang lewat tangan ‘Umar Allah memperbaharui kondisi ummat dalam waktu dua setengah tahun saja; sampai-sampai dikatakan bahwa seekor serigala pun berdamai dengan seekor kambing pada masanya![6] Ini bukanlah suatu hal yang aneh atau asing kecuali bagi orang-orang yang ilmunya tentang Allah dan sunnah-Nya terhadap wali-wali-Nya hanya sedikit.
   Betapa Islam sangat membutuhkan tekad semacam tekad ‘Umar bin ‘Abdul‘aziz yang pernah dikirimi surat ‘protes’ oleh salah seorang pegawainya. Isi surat itu, “Sesungguhnya reformasi keuangan yang dilakukan oleh khalifah dan penghapusan jizyah dari orang-orang Barbar yang masuk Islam pasti akan mengakibatkan defisit pada kas negara.”
   Maka ‘Umar pun membalasnya sebagai berikut, “Demi Allah, aku benar-benar menginginkan andai semua orang masuk Islam, lalu aku dan kamu ke sawah, membajak, dan makan dari hasil jerih payah tangan kita.”[7]
   Pada kesempatan lain ‘Umar berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad sebagai pembawa petunjuk, bukan penarik pajak.”[8]

Sehubungan dengan urgensi tekad inilah Rasulullah saw memohon kepada Rabb-nya, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam melaksanakan perintah dan tekad yang utuh untuk memberi petunjuk.”

Ini adalah pengajaran bagi kita, pendidikan bagi ummat Islam pada umumnya, dan bagi para aktivis pada khususnya. Untuk itu, hendaknya kita banyak-banyak memanjatkan doa yang agung ini disertai dengan memenuhi faktor-faktor pendukungnya.

Himmah, semangat yang tinggi benar-benar menggelegak di dalam dada orang-orang yang memilikinya seperti air mendidih dalam kuali. Ia akan mendorong pemiliknya untuk terus-menerus bekerja dari pagi hingga sore hari, sehingga terwujudlah penuturan Imam Syafi’i, “Bagi rijal, istirahat itu sama saja dengan lalai.”

Pemilik himmah yang tinggi akan menjadikan syair yang selalu digemakan oleh Imam Syafi’i berikut ini sebagai motto hidupnya.
ุฃَู†َุง ุฅِู†ْ ุนِุดْุชُ ู„َุณْุชُ ุฃَุนْุฏِู…ُ
ู‚ُูˆْุชًุง ูˆَุฅِุฐَุง ู…ِุชُّ ู„َุณْุชُ ุฃُุญْุฑَู…ُ ู‚َุจْุฑًุง
ู‡ِู…َّุชِูŠ ู‡ِู…َّุฉُ ุงู„ْู…ُู„ُูˆْูƒِ ูˆَู†َูْุณِูŠ
ู†َูْุณُ ุญُุฑٍّ ุชَุฑَู‰ ุงู„ْู…َุฐَู„َّุฉَ ูƒُูْุฑًุง

Aku, jika aku masih hidup aku pasti akan bisa…
makan. Dan jika aku mati aku pasti kebagian kuburan.
Semangatku adalah semangat para raja, jiwaku adalah …
jiwa yang merdeka, yang melihat kehinaan hanya pada kekafiran

Betapa rijal harakah Islamiyyah membutuhkan himmah yang tinggi itu. Himmah yang tidak mengenal kata mustahil, yang tidak berhenti karena adanya aral melintang; apa pun itu..

Bukankah himmah telah menjadikan dua orang sahabat Nabi saw ~keduanya adalah saudara kandung dan terluka parah dalam perang Uhud~ sebagai … kita biarkan salah seorang dari keduanya mengisahkan sendiri tentang himmahnya yang tinggi, “Aku dan saudara kandungku sama-sama mengikuti perang Uhud bersama Rasulullah saw. Kami berdua pulang dalam keadaan terluka parah. Ketika seorang utusan Rasulullah saw mengumandangkan seruan untuk keluar kembali mengejar musuh, aku katakan kepada saudaraku ~atau ia katakan kepadaku~, ‘Apakah kita akan kehilangan kesempatan berperang bersama Rasulullah saw?!’ Demi Allah, kami tidak memiliki tunggangan untuk berangkat padahal kami berdua benar-benar terluka parah. Kendati demikian, kami tetap berangkat bersama Rasulullah saw. Lukaku lebih ringan daripada luka saudaraku. Ketika ia benar-benar tidak mampu lagi berjalan, maka aku mengendongnya. Jika aku kelelahan menggendongnya, ia pun berjalan tertatih-tatih, dan begitu seterusnya sampai kami berdua tiba di tempat pemberhentian kaum muslimin.”[9]

Perlu diketahui bahwa Hamra`ul Asad, tempat pemberhentian yang ditetapkan oleh Nabi saw berjarak lebih dari delapan mil dari kota Madinah!

Saya sendiri sangat takjub dengan himmah Waraqah bin Naufal. Seorang yang telah lanjut usia, lemah jasadnya, rapuh tulangnya, bungkuk punggungnya, dan memutih rambutnya… kepada Rasulullah saw ia ber’azam, “Sungguh, jika aku nanti mendapati harimu, aku akan menolongmu dengan sebenar-benarnya!”[10] Lalu ia mendekatkan kepala Nabi kepadanya dan menciumnya.

Waraqah yang telah renta itu pernah berharap mendapati masa turunnya wahyu sehingga ia berkesempatan untuk membantu dakwah Rasulullah saw

Sebenarnyalah, kata-kata Waraqah bin Naufal ini menyisakan pengaruh sang sangat kuat dalam diri saya dan banyak ikhwah. Seorang yang sudah sangat tua menantang dunia seisinya demi menolong Rasulullah saw. Bahkan ia sempat berharap menjadi orang yang pertama kali masuk Islam dan yang pertama kali mengikuti Rasul saw yang mulia, sampai ‘walau Mekah terguncang’. Itu pun tidak cukup! Ia masih meneriakkan dengan lantang di hadapan orang-orang musyrik, sekiranya Allah memanjangkan umurnya sampai hari itu tiba, niscaya akan dapat disaksikan upaya dahsyat darinya demi menegakkan kebenaran dan membela Rasul saw meski orang-orang kafir menghalangi. Ia tidak takut kepada celaan selagi berada di jalan Allah.

Kalimat-kalimat Waraqah benar-benar mengalirkan ‘darah muda dan semangatnya’ di dalam dada saya, sesuatu yang selama ini saya dan para aktivis selalu mencari-carinya, padahal saya masih muda. Saya merasa, Waraqah benar-benar siap untuk memerangi dunia seisinya sendirian demi menjaga dan membela Rasul saw yang mulia. Masih banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari kisah Waraqah bin Naufal. Saya berharap semoga Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk menampilkannya dalam sebuah risalah khusus.

Benarlah kata orang,
ุฅِุฐَุง ูƒَุงู†َุชِِِ ุงู„ู†ُّูُูˆْุณُ ูƒِุจَุงุฑًุง
ุชَุนِุจَุชْ ูِูŠْ ู…ُุฑَุงุฏِู‡َุง ุงْู„ุฃَุฌْุณَุงู…ُ

Apabila jiwa-jiwa itu besar
Tubuh ‘kan lelah memenuhi keinginannya

Semoga Allah merahmati orang yang telah mengucapkan kalimat berikut, “Wahai orang yang meminang bidadari surga tetapi tidak memiliki ‘sepeser’ pun semangat, jangan Anda bermimpi, jangan Anda bermimpi! Telah sirna manisnya masa muda dan yang tersisa tinggallah pahitnya penyesalan.”

Benar juga Ibnul Qayyim yang telah berkata, “Wahai orang yang bersemangat banci! Ketahuilah, yang paling lemah di papan catur adalah bidak. Namun jika ia bangkit, ia bisa berubah menjadi menteri.”

YANG KITA HARAPKAN : ‘AZAM YANG MENYELURUH
      Sesungguhnya, ‘azam yang kami harapkan muncul dari kalian adalah azam yang menyeluruh; ‘azam dalam ilmu dan amal, ‘azam dalam dakwah dan jihad, ‘azam dalam iman dan yakin, ‘azam dalam sabar dan ridla, ‘azam dalah hisbah dan menyerukan kebenaran, serta ‘azam dalam memperbaiki diri dan memberi petunjuk kepada semua makhluk.

Kami tidak mengharapkan ‘azam yang cuma sepotong, sebatas satu bidang tertentu saja. Kami menginginkan orang-orang yang memiliki himmah yang tinggi dalam pelbagai medan amal islami, bukan satu bidang saja. Kami hanya menginginkan ‘azam yang utuh dan menyeluruh.

Tentang ini, saya tidak mendapati kalimat yang lebih baik daripada kalimat Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain, “Di antara mereka ada orang yang melewati semua celah, berjalan menuju Allah dari berbagai lembah, dan sampai ke sana dari berbagai jalan. Orang ini menjadikan tanggungjawab ubudiyyahnya sebagai kiblat gerakan hati dan sasaran pandangan matanya. Ia menjadi makmum dan berjalan di belakang ubudiyyahnya, ke mana pun ia pergi. Ia memiliki saham di semua bagian; di mana ada ubudiyyah di sana ia ada. Dalam ilmu, anda akan mendapatinya bersama ahlinya. Dalam jihad anda akan menemuinya di shaf para mujahid. Dalam shalat anda akan menjumpainya bersama orang-orang yang khusyu’. Dalam dzikir anda akan menyaksikannya bersama ahli dzikir. Dalam kebajikan dan manfaat anda akan melihatnya bersama orang-orang yang penuh kebajikan. Ia benar-benar memegang erat ubudiyyah bagaimana pun pilar-pilar ubudiyyah itu adanya. Ia menghadap kepadanya di manapun bagian-bagian ubudiyyah itu berada. Jika ada yang bertanya, ‘Amal jenis apakah yang kamu inginkan?’, ia akan menjawab, ‘Aku ingin menunaikan perintah-perintah Rabbku, bagaimana pun dan di manapun. Aku ingin apapun tuntutannya. Aku ingin entah aku akan dikumpulkan atau dicerai-beraikan. Aku hanya ingin menunaikannya, melaksanakannya, dan mawas diri di dalamnya. Aku ingin menghadapkan ruh, kalbu, dan badanku. Aku ingin menyerahkan perniagaanku kepada-Nya demi menunggu harga yang akan dibayarkan,

ุฅِู†َّ ุงู„ู„ู‡َ ุงุดْุชَุฑَู‰ ู…ِู†َ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠْู†َ ุฃَู†ْูُุณَู‡ُู…ْ ูˆَุฃَู…ْูˆَุงู„َู‡ُู…ْ ุจِุฃَู†َّ ู„َู‡ُู…ُ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ

at-Taubah : 111[11]



[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhariy 6/21, Muslim 13/48, at-Tirmidziy 3200, an-Nasa`iy, dan Ahmad dalam Musnad 3/194 dari Anas bin Malik ra. Di akhir hadits, Anas berkata, “Kami menyangka berkenaan dengannya dan orang-orang yang semisal dengannya ayat ini turun.

ู…ِู†َ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠْู†َ ุฑِุฌَุงู„ٌ ุตَุฏَู‚ُูˆْุง ู…َุง ุนَุงู‡َุฏُูˆุง ุงู„ู„ู‡َ ุนَู„َูŠْู‡ِ

[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhariy 13/14, Ahmad dalam Musnad 3/11 dari Abu Hurairah ra.

[3] Diriwayatkan oleh al-Baihaqiy seperti tertera dalam al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 6/11.

[4] Ibnu Sa’ad meriwayatkan dalam ath-Thabaqat 3/82 dari Muhammad al-‘Abdari dari ayahnya katanya, “Mush’ab bin ‘Umeir dulu adalah seorang pemuda Mekah yang paling ganteng.”

[5] Biografi Shalahuddin berjudul ‘an-Nawadir as-Sulthaniyyah wal Mahasin al-Yusufiyyah’ karya Baha`uddin yang lebih dikenal dengan Ibnu Syidad (633 H.) hal. 16 cet. Muhammad Shabih th. 1346 H.

[6] Berkenaan dengan ini ada tiga atsar; dari Malik bin Dinar, Hasan al-Qishar, dan Musa bin A’yun.

Dari Malik bin Dinar katanya, “Ketika ‘Umar bin ‘Abdul‘aziz memerintah, para penggembala kambing di puncak-puncak gunung pernah bertanya, ‘Siapa khalifah shalih yang sedang memimpin manusia saat ini?’ Maka ada yang balik bertanya, ‘Bagaimana kamu bisa tahu tentang hal itu?’ Mereka menjawab, ‘Begini, jika seorang khalifah yang shalih memerintah, kami mendapati serigala dan singa enggan memangsa ternak kami.’”

Atsar ini setidaknya berderajat hasan. Di antara para perawinya ada Ja’far adl-Dlab’iy yang kabarnya cenderung kepada Syi’ah. Hanyasaja para imam ahli jarh wa ta’dil lebih cenderung untuk menguatkan hadits-haditsnya dan mengkategorikannya sebagai hadits hasan.

Atsar ini dan dua atsar tersebut di atas dapat dibaca dalam Hilyatul Auliya` karya Abu Nu’aim 5/255 dan dalam Sirah ‘Umar bin ‘Abdul‘aziz karya Ibnul Jauzi hal. 70 cet. Al-Muayyad th. 1331 H. dan dalam ath-Thabaqatul Kubra, Ibnu Sa’ad 5/386-387.

[7] Ibnul Jauzi menyebutkan ini dalam Sirah ‘Umar bin ‘Abdul‘aziz hal. 99 dari Jabir bin Hanzhalah adl-Dlab’iy. Disebutkan bahwa yang menulis surat itu adalah ‘Adi bin Artha`ah.

[8] Diriwayatkan oleh Abu Yusuf dalam kitab al-Kharaj hal. 142 dari para ulama Kufah dengan sedikit perbedaan lafazh.

[9] Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari ‘Abdullah bin Kharijah bin Zaid bin Tsabit dari Saib bekas budak ‘Aisyah binti ‘Utsman. Sirah Ibnu Hisyam vol. 2 hal. 101. Dari al-Waqidi, Ibnu Sa’ad dalam kitab Thabaqat 3/21 menyebutkan bahwa ‘Abdullah bin Sahal dan saudaranya Rofi’ bin Sahal ra adalah dua orang yang turut keluar sampai di daerah Hamra`ul Asad dalam keadaan terluka parah. Salah satu dari mereka menggendong yang lain. Keduanya tidak memiliki binatang tunggangan.

[10] Diriwayatkan oleh al-Bukhariy 1/22, Muslim 2/204, Ahmad 6/223 dari ‘Aisyah ra

[11] Thariqul Hijaratain wa Babus Sa’adatain, Ibnul Qayyim hal. 179. Mathba’ah Salafiyyah 1375 H. 

Qiyamul Lail,.. Madrasah Para Aktivis..

Sangatlah mengherankan jika Anda melihat ada seorang akitivis Islam yang tidak pernah mengerjakan qiyamullail. Bagaimana bisa terjadi keseimbangan yang berat itu?
Jika qiyamullail adalah kebutuhan asasi setiap muslim, lalu bagaimana dengan seorang aktivis Islam yang memikul pelbagai beban berat dari dien ini; dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, dan menyerukan kebenaran? Bukankah dalam Kitab-Nya Allah telah berfirman,
ูŠَุงุกَูŠُّู‡َุง ุงู„ْู…ُุฒَّู…ِّู„ُ ู‚ُู…ِ ุงู„ู„َّูŠْู„َ ุฅِู„ุงَّ ู‚َู„ِูŠْู„ุงً ู†ِุตْูَู‡ُ ุฃَูˆِ ุงู†ْู‚ُุตْ ู…ِู†ْู‡ُ ู‚َู„ِูŠْู„ุงً ุฃَูˆْ ุฒِุฏْ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุฑَุชِّู„ِ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ุชَุฑْุชِูŠْู„ุงً
Al-Muzzammil : 1-4
Mengapa mesti demikian? Jawabannya adalah ayat berikutnya
ุฅِู†َّุง ุณَู†ُู„ْู‚ِูŠْ ุนَู„َูŠْูƒَ ู‚َูˆْู„ุงً ุซَู‚ِูŠْู„ุงً
Al-Muzzammil : 5
Ya, amanat yang berat, beban yang sulit, dan perintah-perintah yang membutuhkan ‘azam yang kuat dan himmah yang tinggi.. Amanat yang sebelumnya telah ditolak oleh langit dan bumi; keduanya khawatir tidak mampu mengembannya, lalu amanat itu dibebankan di pundak manusia.

Siapa yang mampu menunaikan kewajiban dakwah, tarbiyah, amar makruf nahi munkar, dan jihad tanpa mempersiapkan bekal? Bekal selama menempuh perjalanan menuju Allah?
Tanpa bekal seseorang akan terputus di tengah jalan dan binasa sebelum sampai ke tujuan.
Madrasah qiyamullail adalah madrasah terbesar di mana seorang muslim ditempa di sana, mengenal Rabbnya, mengenal secara mendetail nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya berikut makna yang terkandung di dalamnya.

Ia adalah madrasah khusyu’, khudlu’, tadzallul, dan inabah kepada-Nya. Karena itulah seluruh syariat ~tanpa terkecuali~ qiyamullail menjadi salah satu unsurnya.
Hendaknya setiap ikhwah mengerti bahwa tadzallul (merendahkan diri) di malam hari merupakan jalan untuk meraih ‘izzah di siang hari, sujud dan khudlu’ di malam hari merupakan jalan meraih kemuliaan di siang hari dan jalan untuk mengalahkan musuh sekaligus jalan meraih taufik dalam dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan juga jihad.

Sebelum membunuh Klepper, Sulaiman al-Halbiy terus-menerus menunaikan qiyamullail dan memohon kepada Allah selama sebulan pebuh di masjid Jami’ al-Azhar. Selama itu ia terus bertabattul kepada Allah dan berdoa kepada-Nya agar Dia memberikan taufik-Nya dalam upayanya membunuh musuh Allah; Klepper. Saat itu senjata yang dimiliki olehnya hanyalah sebuah golok, tidak ada yang lainnya! Meski begitu, Allah memberikan taufik-Nya dengan sebenar-benarnya. Di tangan Sulaiman terbunuhlah pemimpin Perancis tersohor setelah Napoleon yang juga panglima Angkatan Bersenjata Perancis saat itu. Di antara yang terbunuh bersama Klepper, seorang staff Engineering Angkakan Bersenjata Perancis. Semuanya ditangani oleh seorang pahlawan Islam itu, sendirian! Tempat kejadiannya: Mess Panglima Angkatan Bersenjata Perancis alias di dalam rumah Klepper sendiri!!

Shalahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang yang dengan sense keislamannya yang tajam dan ma’rifahnya terhadap Islam yang nyaris sempurna, memahami benar bahwa qiyamullail merupakan faktor terpenting dalam mengalahkan semua musuh. Shalahuddin mengerti bahwa kemenangan tidak akan terengkuh tanpa menghinakan diri di hadapan Allah. Ia juga mengerti bahwa qiyamullail adalah senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan musuh, tiada duanya. Karena itulah setiap malam ia menyempatkan diri berkeliling ke kemah pasukan perangnya dan jika ia melihat ada kemah yang tidak dijaga dengan qiyamullail, ia akan membangunkan penghuninya dan menegur mereka, “Aku khawatir kita akan diserbu dari bagian sini, malam ini!” 
Ini adalah pemahaman yang tinggi terhadap Islam yang lurus. Shalahuddin menganggap kosongnya satu kemah dari qiyamullail merupakan kekosongan yang paling berbahaya melebihi kosongnya benteng dari penjagaan hal mana musuh bisa datang dan menyerang dari sana.
Semoga Allah merahmatimu, wahai Shalahuddin! Sungguh, kaum muslimin benar-benar tidak akan dapat mengalahkan musuh-musuh mereka dengan hanya berbekalkan jumlah pasukan dan kekuatan logistik.

Hanyasanya dengan dien inilah kemenangan akan tercapai. Sesuatu yang dengannya Allah telah memuliakan mereka. Kemenangan tercapai dengan ketaatan mereka dan kemaksiatan yang dilakukan oleh musuh-musuh mereka. Sebenarnyalah, kunci kemenangan itu ada pada kekhusyu’an dan ketundukan kepada Allah, Rabbul ‘alamin...

Adalah Khalid al-Islambuliy dan para sejawatnya, semenjak awal jihad sampai mereka menghadap Rabb mereka, dan itu terjadi belum lama, mereka senantiasa mengisi malam mereka dengan qiyamullail dan siang mereka dengan shiyam. Mereka biasa berdiri berjam-jam di malam hari untuk membaca surat-surat yang panjang dalam qiyamullail mereka. Ada salah seorang dari mereka yang diberi anugerah suara yang indah. Ia menangis di dalam shalat, dan menangis pulalah semua yang mengerjakan shalat bersamanya. Mereka semua dapat dijadikan sebagai teladan ~bagi yang mengenal mereka~ dalam urusan qiyamullail dan shiyam sunnah, juga semua bentuk ibadah. Siapa pun yang pernah bertemu dengan mereka saat itu pastilah berucap, “Mereka itu bagaikan malaikat berwujud manusia!”
Mereka, oleh karena banyaknya ibadah mereka dan tingginya ruh mereka, seakan-akan mereka berada di langit padahal mereka masih di bumi. Kiranya mereka dan orang-orang seperti merekalah yang menjadi sebab utama taufik Allah dalam salah satu ‘amaliyah jihadiyah terbesar dan sangat berbahaya di abad 20.. Selain itu, Allah telah menjadikan mereka diterima oleh penduduk bumi. Tidak ada seorang pun yang tidak suka kepada Khalid dan para pendampingnya, sampai-sampai musuh-musuh harakah Islamiyah, para muqallid, menghormati mereka. Mereka merasakan bahwa Khalid dan para sejawatnya memiliki kelebihan yang tidak mereka miliki dan bahwa kebaikan Khalid melingkar di leher mereka.

Saya dan beberapa ikhwah pernah berjumpa dengan salah seorang ulama amilin mujahidin yang tidak pernah kecolongan qiyamullail walau semalam. Setiap hari beliau mengerjakan 11 rekaat. Di dalamnya beliau baca satu juz penuh, dan beliau melipatgandakannya di bulan Ramadlan. Semua ini dengan catatan bahwa usia beliau sudah  lanjut, beliau mengidap penyakit gula, hipertensi, dan beberapa penyakit lainnya. Di belakang beliau, kami ~waktu itu kami masih muda~ merasa kecapekan; bahkan terkadang ada di antara kami yang sengaja menghindar. Padahal sebenarnya kami bertugas untuk menemani beliau di rumah sakit selama beberapa hari saja, bukan untuk selamanya. Ikhwah yang menetap bersama beliau, tentu saja mengerjakannya secara kontinyu setiap malam. Karena itulah suatu hari setelah Syekh keluar dari ujian yang menimpa beliau, saya katakan kepada diri saya sendiri, “Sesungguhnya, faktor terpenting dari kesuksesan beliau adalah qiyamullail dan shiyam yang beliau kerjakan. Meskipun para dokter selalu memperingatkan beliau tentang shiyam yang beliau kerjakan itu, meskipun beberapa kali beliau mengalami dehidarasi sebagai akibat dari penyakit gula yang beliau derita...” Aku katakan kepada diriku lagi, “Kiranya rahasia kekuatan Syekh dalam menghadapi kebatilan dan rahasia ketegarannya dalam menghadapi pelbagai kesulitan dan siksaan di saat umur beliau sudah lebih dari 50 tahun, mata telah buta, dan beberapa penyakit ganas menggerogoti tubuh beliau, kiranya rahasia itu semua adalah qiyamullail. Beliau tiada henti memompa kekuatan demi kekuatan bagi hati sehingga tertanamlah semangat yang tinggi dan tekad yang membaja. Anda akan melihat, di dalam tubuh yang lemah dan badan yang kurus kering, terdapat ‘azam yang dapat meruntuhkan gunung-gemunung dan memporak-porandakan benteng pertahanan. Semua karena tadzallul beliau kepada Allah yang terus-menerus. Semua karena kekhusyu’an beliau, ketundukan beliau kepada Allah, dan ketakutan beliau hanya kepada Allah saja.”

Setiap orang yang beramal islami semestinyalah mengambil bagian dari sabda Nabi saw.
ูˆَุฌُุนِู„َุชْ ู‚ُุฑَّุฉُ ุนَูŠْู†ِูŠْ ูِูŠ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ
Dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.[1]

Ada seorang salaf bertutur, “Aku sangat gembira ketika malam menjelma. Saat hidupku ‘kan segera terasa lezat, dan mataku menjadi sejuk oleh karena munajatku kepada Dzat yang aku cinta, dan karena kesendirianku bersama-Nya, serta tadzallulku di hadapan-Nya.”

Kabarnya, Abu Hurairah membagi malam menjadi tiga bagian; bagian istrinya, bagian putrinya, dan bagiannya sendiri. Dengan begitu ia sekeluarga telah menghidupkan keseluruhan malam.
Qiyamullail adalah saat mengadu bagi siapa saja yang aktif dalam amal islami. Qiyamullail adalah juga saat untuk berkeluh-kesah bagi mereka menghadapi kesulitan, beban yang berat, hambatan, rintangan, musibah, atau saat musuh menguasai mereka. Pada saat itulah ia berdiri di hadapan Rabbnya dan Penolongnya yang sebenarnya yang menguasai segala sesuatu, yang jika menghendaki sesuatu Dia akan berkata “Jadilah!” maka terjadilah yang dikehendaki-Nya itu. Ia tengah berdiri di hadapan-Nya, memohon kepada-Nya, mengharap kepada-Nya, dan mengadukan segala keluh, kesah, dan kesedihannya. Ia tengah memohon dan meminta perlindungan kepada-Nya. Maka, munajat itu akan menepis segala duka nestapa, gundah gulana. Bagaimana tidak, wong ia sudah menyerahkan urusannya kepada Raja diraja, Penguasa langit dan bumi!

Siapa pun yang aktif dalam amal islami semestinya mengerti bahwa kekhusyu’an dan ketundukannya kepada Allah di malam hari akan membuka pintu berbagai urusan, membuka pintu hatinya, dan menjadi faktor utama dari penerimaannya di muka bumi. Hanya dengan sedikit aksi dan upaya saja, bisa jadi orang-orang mendapatkan hidayah lewat tangannya. Bahkan terkadang tanpa sebab yang nyata. Barangsiapa berbuat ihsan di malam hari niscaya akan tercukupi di siang hari; dan barangsiapa berbuat ihsan di siang hari, niscaya akan tercukupi di malam hari.

Wahai saudaraku, sebenarnyalah qiyamullail adalah ‘madrasah utama’ yang akan mengajarkan kepadamu apa itu hati yang bening. Ia juga akan mendidikmu untuk meneteskan air mata taubat, khusyu’, dan ketundukan kepada Allah. Ia akan memberimu kekuatan baru untuk beramal islami dan bekal yang besar berupa tawakkal yang benar kepada Allah. Ia pun akan memberimu keberanian dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Qiyamullail akan menjadikan hatimu kuat dipenuhi oleh iman.

Hati adalah raja, anggota badan bala tentaranya. Jika sang raja baik dan kuat, bala tentara pun akan selalu mendapat kesuksesan dan kemenangan. Begitu pun sebaliknya. O..ya, hanyasanya manusia berjalan kepada Allah dengan hatinya bukan dengan anggota badannya, seperti dikatakan oleh para ulama.

Mungkin akan ada yang berkata, “Saya benar-benar disibukkan oleh amal islami, sehingga tidak tersisa waktu untuk qiyamullail.”
Kepada mereka saya katakan, “Mestinya anda semua mengerti bahwa:
Pertama, qiyamullail adalah amal islami juga, bahkan ia merupakan pokok dan pondasinya. Ia merupakan bekal terpenting bagi jamaah Islam dan daulah Islam. Karena itu pula mestinya anda semua mengerti bahwa,

Kedua, setiap ikhwan mesti melaksanakan qiyamullail. Jika waktunya longgar, badan sehat, dan jiwa bersemangat, hendaknya ia melaksanakan qiyamullail yang panjang, membaca satu juz penuh di dalamnya, ditambah memperbanyak doa di waktu sujud, serta memperbanyak dzikir lain secara umum. Jika waktunya sempit, badan kurang fit, dan jiwa pun kurang bersemangat, maka tidak mengapa ia mengerjakan qiyamullail yang pendek, atau dengan jumlah rekaat yang sama, namun hanya membaca surat-surat pendek. Membiasakan diri tidak mengerjakannya sama sekali atau meninggalkannya hampir setiap malam tidak dapat dibenarkan sama sekali.
Hendaknya para ikhwah mengerti juga, bahwa sebuah jamaah ~apa pun~ jika kontinyu mengerjakan qiyamullail dalam segala keadaan; senang, susah, lapang, sempit, mudah, dan sulit, niscaya jamaah ini akan menjadi jamaah yang berarti. Dengan itu ia telah menegakkan amal islami yang agung dan bisa jadi itu lebih baik daripada amal-amal yang lain, meski pun banyak.
Saya juga mengingatkan bahwa, menyatukan antara amal islami, kekuatan, kesungguhan, dan kontinyuitas serta kesungguhan dalam qiyamullail, membutuhkan tekad yang bulat dan keyakinan yang kuat akan urgensi seluruh perkara ini dari para aktivis. Juga, hendaknya para aktivis senantiasa merenungkan ucapan ‘Umar bin Khathab, “Jika kuisi malamku dengan tidur sungguh aku telah menyia-nyiakan jiwaku, jika kuisi siangku dengan tidur, sungguh aku telah menyia-nyiakan rakyatku.”

‘Umar bin Khathab sangat terkenal dengan qiyamullailnya yang tiada bandingannya, meski ia tengah dirundung berbagai kesulitan. Masa itu, ‘Umar memimpin sebagian besar dunia. Bukti kesungguhannya dalam menjaga qiyamullail ini, adalah banyak sahabat dan tabi’in yang berusaha untuk meneladaninya dan bertanya-tanya bagaimana sebenarnya ‘Umar menegakkannya sampai ketika ia telah wafat.
Ada seorang sahabat yang mau menikahi 11 janda ‘Umar (tentu dengan tidak melanggar batasan 4 dalam satu waktu), tidak lain dan tidak bukan kecuali untuk mencari informasi bagaimana sebenarnya ‘Umar bin Khathab melaksanakan qiyamullail. Supaya ia bisa mencontohnya!

‘Utsman bin Affan, saat menduduki kursi kekhalifan dan memerintah dunia dari ujung ke ujung, biasa mengkhatamkan al-Qur`an dalam satu malam. Kabar ini benar dibawakan oleh para imam Islam yang agung dan bukan dalam rangka memuji dan melebih-lebihkan. Kepada orang-orang yang membunuh beliau sang istri berkata, “Terserah kepada kalian, mau kalian bunuh atau tidak. Yang jelas, demi Allah ia telah menghidupkan malam dengan membaca al-Qur`an dalam satu rekaat.”

‘Abdullah bin Zubeir, meski tanggung jawabnya amat berat, sebelum atau pun setelah memerintah, sungguh ibundanya, Asma` binti Abu Bakar radliyallahu ‘anhuma berkata, “Ibnu Zubeir adalah seorang qawwam di malam hari, shawwam di siang hari. Ia digelari pilar masjid.”

Mengapa kita mesti melangkah jauh?! Adalah Rasulullah saw yang tak pernah istirahat dari mengurus ummatnya, ia yang seluruh hidupnya dipenuhi dengan jihad melawan musuh-musuh Islam, senantiasa proaktif menyeru kepada Allah, mengajari ummatnya,dan mentarbiyah sahabat-sahabatnya, qiyamullailnya tak pernah kurang dari 11 atau 13 rekaat. Jika beliau sakit atau mendapati sesuatu yang menghalangi beliau dari melaksanakannya di waktu malam, beliau menggantinya di siang hari!

Maka, kepada para aktivis Islam, para da’i, para muhtasib, dan para mujahid, hendaklah mereka meneladani guru besar dan komandan agung mereka: Rasulullah saw.
Ringkas kata, qiyamullail adalah pohon besar dan rindang yang menaungi hati dan anggota badan sekaligus. Setiap saat pohon ini memberikan hasilnya dengan seizin Rabbnya..



[1]  Diriwayatkan oleh an-Nasa`iy 7/61, Ahmad 3/128, dan Hakim dalam al-Mustadrak 2/160 dari Anas bin Nadlar ra. Al-Hakim berkata, “Hadits ini sesuai dengan syarat Muslim namun Imam al-Bukhariy dan Muslim tidak meriwayatkannya.” Ini disetujui oleh adz-Dzahabiy.








Source : Penawar Lelahg Aktivis Dakwah

Jumlah Banyak, Kerja Sedikit..


Hari ini kita melihat jumlah ikhwah multazimin yang banyak, sampai-sampai kita bisa melihat di satu kota, ada ratusan ikhwah di sana! Meski jumlah mereka luar biasa, namun jika Anda mencoba untuk menghitung jumlah personal yang aktif, bersungguh-sungguh, dan penuh semangat, sehingga pantas disebut sebagai aktivis Islam, niscaya anda akan mendapati jumlah mereka tidak mencapai puluhan orang. Bahkan Anda dapat menghitung dengan mudah dan menyebutkan nama-nama mereka..

Lalu, mana kerja, usaha, dan sumbangsih sekian ribu multazim itu?! Mana dakwah, hisbah, dan jihad mereka?!

Mereka mengambil peran sebagai penonton, tak lebih. Mereka merasa cukup sekedar telah berpindah dari jahiliyah kepada Islam.. Setelah itu, mereka berhenti di titik ini, tidak ingin meninggalkannya, tidak berhasrat untuk meningkat ke titik berikutnya, bahkan untuk sekedar mempersiapkan diri mereka sendiri sehingga nantinya mereka sanggup melangkah dan memberikan sumbangsih dalam pelbagai bidang amal islami.

Jika salah seorang dari mereka Anda tanyai; apa sumbangsih mereka kepada Islam, apa amal yang telah mereka kerjakan di jalan dien ini, dan apa yang telah mereka persembahkan kepada jamaah sejak mereka beriltizam sampai hari ini, mereka pun diam seribu bahasa.

Kita dapati mereka merasa cukup dengan menjadi pendengar saja. Merasa cukup dengan menghadiri halaqah, pertemuan, muktamar, membaca edaran, dan buletin yang diterbitkan, lalu sudah Atau menjadi seorang yang pasif tanpa sumbangsih.

Dilihat dari sisi amal islami mana pun, mereka tetap menjadi sosok yang benar-benar tidak serius dalam mempersiapkan diri.. Beberapa bulan terus berlalu mereka hanya menyelesaikan sebuah atau dua buah buku Islam yang semestinya diselesaikan dalam waktu ~paling lama~ satu pekan oleh orang-orang yang serius dan tekun.

Problem seperti inilah yang membuat tak tergalinya berbagai potensi untuk Islam dan dien. Potensi yang semestinya tampak nyata di semua bidang amal islami; dakwah, hisbah, dan jihad…

Orang-orang yang hanya menyumbangkan sisa waktu, membelanjakan sedikit sekali dari kekayaan, serta mengerahkan upaya yang sangat minim untuk Islam ini mestinya tahu bahwa ‘Allah itu Mahabaik, tidak menerima kecuali yang baik’(HR.muslim) . Sebagaimana Allah tidak menerima sedekah yang buruk, Allah pun tidak menerima amal yang buruk, jika itu sengaja dipilih untuk Islam.

Sesungguhnya yang dikehendaki oleh Islam adalah sebagian besar waktumu, hampir seluruh hartamu, dan segarnya masa mudamu. Islam menghendaki dirimu, seluruhnya. Islam menghendakimu saat kamu bertenaga, bukan saat telah loyo. Islam menghendaki masa mudamu, masa kuatmu, masa sehatmu, dan masa perkasamu, bukan masa rentamu. Islam menghadapi semua yang terbaik, termulia, dan teragung darimu.

Tidakkah kau lihat Abu Bakar ash-Shiddiq ra menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah dan demi dakwah Islam, lalu ketika Rasulullah saw bertanya, “Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu Bakar?”, beliau menjawab, “Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya.”

Tidakkah kau lihat ‘Utsman bin ‘Affan membekali seluruh pasukan perang Tabuk sendirian?(HR. Tirmidzi). Coba bayangkan, seorang diri membekali seluruh pasukan perang; senjata, perlengkapan, bekal, kuda, onta, dan kebutuhan logistiknya.. Padahal jumlah pasukan saat itu lebih dari 30.000 personil.

Coba bandingkan sumbangsih agung ini dengan realita kita hari ini. Kita bisa mendapati banyak orang islam yang kaya hari ini ~bahkan dari kalangan multazimin~ namun kita kesulitan untuk mendapati seseorang yang menanggung seluruh ‘budget’ dakwah. Saya katakan ‘dakwah’ bukan ‘jihad’. Mengapa? Sebab jihad membutuhkan harta yang tak terbatas.

Sesungguhnya Islam membutuhkan orang yang memberikan segalanya untuk diennya; kehidupannya, waktunya, hartanya, tenaganya, ruhnya, rumahnya, mobilnya, dan semua yang dimilikinya. Kita menghendaki seseorang yang ‘menjual dirinya kepada Allah’ dengan keutuhan makna kalimat ini. Kita menghendaki seseorang yang setiap harinya membawa sesuatu yang baru untuk dipersembahkan kepada Islam.

Bukankah Mush’ab bin Umeir, seorang pemuda perlente yang selalu harum dan mengenakan pakaian terbaik, seorang pemuda yang ditunggu-tunggu oleh setiap gadis Quraisy karena ketampanannya, penampilannya, kemuliaannya, dan nasabnya; bukankah ketika ia memeluk Islam ia persembahkan semuanya, ia berikan semuanya, tanpa ada sesuatu pun yang disimpannya? Sampai-sampai ia memakai baju yang penuh tambalan saat hidup, dan di saat mati...? kaum muslimin tidak mendapati kain untuk mengkafaninya?

Sepanjang hidupnya Mush’ab selalu menghadirkan sumbangsih untuk Islam di bidang dakwah dan jihad. Ia adalah da’i Islam yang pertama di Madinah. Ia adalah orang yang menyebabkan kebanyakan penduduk Madinah mendapatkan hidayah. Ia adalah peletak batu pertama bangunan daulah Islam di Madinah. Selain itu ia juga seorang pejuang agung, pembawa panji di medan Uhud, sekaligus salah satu syuhada` teragung di sana… Itulah sumbangsih yang sebenarnya bagi Islam, dien, dan jamaah Islam.

Selayaknya setiap muslim bertanya kepada dirinya sendiri setiap waktu…

Berapa orang yang telah mendapatkan hidayah dari Allah dengan perantara dirinya pekan ini? Berapa desa yang telah dimasukinya guna menyeru penduduknya kepada Allah?

Berapa banyak harta yang telah diinfakkan bagi kaum muslimin di jalan Allah dalam sepekan ini? Berapa banyak keluarga syuhada yang telah dipenuhi kebutuhannya? Berapa kali telah beramar makruf nahi munkar?

Berapa kali telah berperang menghadapi musuh-musuh Islam dan meninggalkan sesuatu yang berarti pada mereka?!

Berapa kali memperjuangkan hukum Allah dan membela kaum muslimin; darah dan kehormatan mereka?

Atau memperbaiki hubungan yang renggang antara dua orang yang tengah berseteru? Atau mengunjungi ikhwah fillah? Atau menyerunya kepada Allah dalam pekan ini?… Dan masih banyak lagi pertanyaan untuk berintrospeksi dari waktu ke waktu.

Dengan menjawab secara jujur, Anda akan tahu seberapa serius kelalaian dan peremehan yang Anda lakukan berkenaan dengan hak Allah Dan dengan itu pula Anda dapat mencoba untuk memperbaikinya sebelum Allah terlanjur menjatuhkan hukuman-Nya kepadamu dan menghalangimu dari kemuliaan beramal bagi dien-Nya

ู…ِู†َ ุงู„ู†َّุงุณِ ู…َู† ูŠَุดْุฑِูŠ ู†َูْุณَู‡ُ ุงุจْุชِุบَุงุกَ ู…َุฑْุถَุงุชِ ุงู„ู„َّู‡ِ ۗ ูˆَุงู„ู„َّู‡ُ ุฑَุกُูˆูٌ ุจِุงู„ْุนِุจَุงุฏِ [ูข:ูขู ูง]

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.(Al-Baqarah 207)

Bagaimana pendapat anda jika ada seorang buruh pabrik, ia tidak mengerjakan apa-apa, tidak menghasilkan apa-apa, kerjanya cuma mengisi daftar hadir di pagi hari lalu pulang di sore hari. Ia tidak menghabiskan waktunya di pabrik bersama teman-temannya yang bekerja dengan giat penuh semangat. Kira-kira apa yang akan dilakukan oleh pemilik pabrik terhadap buruh yang satu ini? Pasti ia akan memecatnya seketika.. begitu pun dengan ikhwah yang tidak memahami Islam selain memakai baju gamis dan memanjangkan jenggot, ia pasif dan tidak mempersembahkan sesuatu pun untuk Islam, kalau pun memberi hanya sedikit atau yang tidak baik..

Hari ini Islam membutuhkan seseorang yang berkata dari nuraninya seperti ucapan Sa’ad bin Mu’adz kepada Rasulullah saw saat perang Badar; hari berat pertama yang dilalui oleh daulah Islam yang baru saja lahir di Madinah Munawwarah. Sa’ad berkata, “Silakan melangkah, wahai Rasulullah, ke mana pun Anda suka. Kami akan bersama dengan Anda. Demi yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sekiranya Anda bawa kami ke tepi laut lalu Anda menceburkan diri ke dalamnya, niscaya kami semua akan menceburkan diri kami bersamamu, tiada satu pun yang akan ketinggalan. Sedikit pun kami tidak enggan untuk Anda pertemukan kami dengan musuh-musuh kita esok hari.”Ia juga berkata, “Sambunglah tali siapa yang Anda suka, putuskan tali siapa yang Anda suka, dan ambillah harta kami sesuka Anda, sesungguhnya apa yang Anda ambil lebih kami sukai daripada yang Anda tinggalkan”

Sungguh kalimat ini pun membawa pengaruh yang sangat dalam diri Rasul mulia, sang panglima saw. Beliau benar-benar berbahagia dan bertambah semangat dalam berperang dikarenakan perkataan Sa’ad ini. Beliau bersabda, “Maju dan bergembiralah! Sesungguhnya Allah menjanjikan kepadaku salah satu dari dua kelompok. Demi Allah, kini aku ~seakan-akan~ melihat saat kekalahan mereka.”

Islam hari ini membutuhkan rijal yang dari nurani mereka terucap kata-kata pahlawan perkasa Miqdad bin ‘Amru, tertuju kepada panglima kebenaran. Saat kepada Rasulullah saw Miqdad berkata, “Wahai Rasulullah, melangkahlah ke arah yang ditunjukkan Allah kepada Anda, kami selalu bersama Anda. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan ucapan Bani Israil kepada Musa ‘Pergilah, kamu bersama Rabbmu, lalu berperanglah! Kami menunggu di sini.’ (al-Maidah : 24) kami akan katakan, ‘Pergilah, kamu bersama Rabbmu, lalu berperanglah! Sungguh, kami akan berperang bersamamu!’”

Katakan kepada mereka, “Kami tidak akan duduk di bangku cadangan ketika kalian beramal di jalan Allah; berdakwah, beramar makruf nahi munkar, menyuarakan kebenaran, dan berjihad fi sabilillah. Kami akan selalu bersama kalian, sesulit dan seberat apa pun keadaannya.. Hari ini Islam menghendaki setiap muslim berujar kepada dirinya sendiri, “Apakah pantas aku beristirahat, sementara saudara-saudaraku berpayah-payah di jalan Allah? Apakah pantas aku tidur nyenyak sementara saudara-saudaraku disiksa di jalan Allah? Apakah pantas aku tinggalkan amal Islami sementara aku melihat kesulitan berat dan peperangan hebat melawan musuh sedang dihadapi oleh umat Islam?”

Islam menghendaki seseorang yang mengucapkan kata-kata Abu Khaitsamah saat ia terlambat menyusul Rasulullah saw ke medan Tabuk tatkala berujar, “Rasulullah saw dibakar terik mentari, angin badai, dan panas yang menyengat. saya di bawah naungan sejuk, makanan yang tersaji, dan istri yang cantik, menunggui hartanya. Sungguh ini sangat tidak pantas.”

Kalimat-kalimat yang agung ini mestinya digumamkan oleh setiap muslim, khususnya ikhwah multazim. Kepada diri sendiri selayaknya ia berkata, “Sebagian dari saudara-saudaraku seiman kini disiksa, sebagiannya lagi diusir dan tidak mendapatkan tempat tinggal, dan sebagian yang lain dibunuh dan diintimidasi. Sedangkan aku; aku bergelimang kenikmatan, aku makan apa yang aku mau, aku minum minuman yang paling menyegarkan, di ruangan yang sejuk penuh dengan kenikmatan. Aku tidak sedikit pun memberikan sumbangsih untuk Islam. Sebaliknya, aku justru meninggalkan saudara-saudaraku menanggung semua beban berat itu! Ini benar-benar tidak pantas dan tidak adil. Demi Allah, aku akan menyusul saudara-saudaraku, berjihad bersama mereka, mengerahkan segenap upaya di jalan Allah bersama mereka. Aku akan merasakan apa yang mereka rasakan. Aku akan menanggung beban sebagaimana mereka pun menanggungnya..”

Tidak ada waktu istirahat bagi seorang muslim untuk itu. Jika kamu telah menyelesaikan satu perintah, segera kerjakan yang lainnya. Jika kamu telah menyelesaikan suatu amal untuk Islam, jangan sampai tanganmu berhenti karena suatu sebab atau yang lainnya semacam ‘ujub, membicarakannya, merenungkannya, membanggakannya, atau merasa cukup dengannya. Sebaliknya, segeralah berpayah-payah mengerjakan amal yang lainnya, begitu seterusnya..

Bukankah Rasulullah saw pun beperang 27 kali setelah usia beliau melebihi 50 tahun. Itu belum ekspedisi-ekspedisi yang hendak beliau pimpin langsung

Di mana orang-orang yang meneladani Rasulullah saw?
Di mana para pewaris Nabi itu?
Di mana orang-orang yang berjalan di jalannya, mengikuti jejak langkahnya?
Sungguh, ‘Manusia itu bagai seratus onta, tetapi hampir-hampir tidak ada satu pun yang dapat dikendarai.’



Source : Penawal Lelah Aktivis Dakwah

Amal Islami Bukan Aktivitas Sampingan


Amal islami bukanlah aktivitas yang cukup dikerjakan di saat Anda memiliki waktu luang dan bisa Anda tinggalkan saat sibuk. Tidak! Amal islami terlalu agung dan mulia jika mesti diperlakukan begitu. 

Perkara intima` kepada dien ini tentu saja jauh lebih serius daripada yang seperti itu. Islam tidak seperti klub ilmiyah, klub olahraga, atau kepanduan yang cukup dikerjakan saat masih menjadi pelajar/ mahasiswa, lalu bisa ditinggalkan saat telah lulus. Atau cukup dikerjakan saat masih bujang dan boleh ditinggalkan setelah menikah. Atau Anda curahkan waktu sebelum Anda mendapat pekerjaan dan setelah mendapatkannya, atau Anda membuka klinik, apotek, biro konsultasi, atau Anda disibukkan dengan pelajaran-pelajaran khusus, maka Anda boleh meninggalkannya atau meremehkannya. Sekali-kali tidak! Amal islami bukanlah seperti itu. 

Perkara amal islami dan intima` kepadanya sama dengan perkara ‘ubudiyah kepada Allah yang sebenarnya. Oleh karena itu, semestinya seorang muslim tidak melepaskan diri dari amal islami kecuali bersamaan dengan keluarnya ia dari kehidupan ini.. Bukankah Allah telah berfirman:

dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). {al-Hijr : 99}

Sampai datang kematian!!!

Al-Qur`an tidak mengatakan ‘Sembahlah Rabbmu sampai kamu keluar dari Universitas atau saat menjadi pegawai atau sampai kamu menikah atau sampai kamu membuka klinik atau sampai kamu membuka biro konsultasi dst.”

Para pendahulu kita, as-salafus shalih memahami benar hakekat yang sederhana namun sangat urgen dalam dienullah ini.

Kita dapati ‘Ammar bin Yasir, beliau berangkat perang saat usia beliau telah mencapai 90 tahun. Perang! Bukan berdakwah, mengajar orang-orang, atau beramar makruf nahi munkar. Beliau berangkat perang saat tulang-belulang beliau sudah rapuh, tubuh telah renta, rambut telah memutih, dan kekuatan sudah jauh berkurang.

Adalah Abu Sufyan masih membakar semangat para pasukan untuk berperang saat beliau berumur 70 tahun.

Begitu pun dengan Yaman, Tsabit bin Waqasy. Keduanya tetap berangkat ke medan Uhud meski telah lanjut usia dan meski Rasulullah menempatkan mereka bersama kaum wanita, di bagian belakang pasukan.

Mengapa kita mesti pergi jauh?! Bukankah Rasulullah saw telah melaksanakan 27 pertempuran[1]. Semua peperangan itu beliau alami setelah usia beliau lewat 54 tahun. Bahkan perang Tabuk, perang yang paling berat bagi kaum muslimin, diikuti dan dipimpim langsung oleh beliau saat umur beliau telah mencapai 60 tahun.

Bagaimana dengan keadaan kita hari ini?! Kita dapat saksikan banyak sekali ikhwah yang meninggalkan amal Islami setelah lulus kuliah, menikah, sibuk dengan perdagangan, tugas, dlsb.

Kepada mereka, “Sesungguhnya urusan dien dan Islam itu bukan urusan main-main.”

“..dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. {an-Nur : 15}

“Mana janji kalian?! Janji yang telah kalian ikrarkan di hadapan Allah dan di hadapan orang banyak dulu?!”

“Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah: "Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)". Dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya.”{Al-Ahzab : 15}

Mana sajak pendek yang selama ini sering kalian perdengarkan?!

Di jalan Allah kami tegak berdiri...
Mencitakan panji-panji menjulang tinggi...
Bukan untuk golongan tertentu, semua amal kami..
Bagi dien ini, kami menjadi pejuang sejati...
Sampai kemuliaan dien ini kembali...
Atau mengalir tetes-tetes darah kami...

“Sesungguhnya akibat dari pengunduran diri adalah keburukan. Apalagi bagi orang yang telah mengerti kebenaran lalu berpaling darinya. Bagi orang yang telah merasakan manisnya kebenaran lalu tenggelam dalam kebatilan. Sesungguhnya membatalkan janji kepada Allah termasuk dosa yang terbesar di sisi Allah dan di pandangan orang-orang yang beriman.”

Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar. al-Fath : 10

Siapa pun yang dikuasai oleh nafsu ammarah bissu`, ditipu oleh setan, atau mengundurkan diri dari medan amal islami hendaklah merenungkan firman Allah ini

Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). {At-Taubah : 75-76}

Kemudian hendaknya pula merenungkan firman Allah tentang hukuman yang akan diterima

Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta. {At-Taubah : 77}

Sesungguhnya perkara amal islami adalah perkara yang sangat urgen.. Sayangnya, sebagian mereka yang lemah imannya ~beberapa di antaranya bergabung saat masih bujang~ beranggapan bahwa amal islami itu tak ubahnya dengan sarikat dagang untuk satu masa tertentu. Begitu masa kuliyah selesai, selesai pulalah amal islami. Atau mereka menyangka masa amal islami adalah masa terjalinnya persahabatan atau pertemanan saat masih kuliyah yang selesai begitu saja saat lulus. Semuanya selesai, tuntas!

Saya sebut mereka di sini sebagai orang-orang yang lemah imannya karena biasanya penyakit itu bermula dari lemahnya iman. Sakitnya hati, lemahnya semangat, dan tidak mengakarnya iman, terletak di dalam hati, bukan di akal. Seringnya ~bahkan selalunya~ kerusakan itu terletak pada hati bukan akal; disebabkan oleh bolongnya iman, bukan kurangnya ilmu; karena syahwat, bukan syubhat; dan buah dari cinta dunia, bukan kurangnya kesadaran. Maka siapa yang ingin menjalani terapi atau berobat, semestinya memperhatikan hatinya, membersihkannya dari berbagai kotoran dan mengobati penyakit-penyakitnya iu.

Sayangnya, sedikit sekali dokter yang ada di zaman ini. Tentu saja maksud saya adalah dokter untuk penyakit hati. Kalau dokter penyakit jasmani, banyak sekali jumlah mereka, namun parah sekali juga penyakit yang menimpa mereka.

Sesungguhnya seseorang yang berbalik dari kebenaran setelah mengetahuinya adalah seorang yang mendahulukan kelezatan sesaat dan kesenangan semusim serta mencari kegembiraan dengan membayar kesedihan sepanjang masa, menceburkan diri ke sumur maksiat, dan berpaling dari cita-cita mulia kepada keinginan rendah lagi hina.. Selanjutnya ia akan berada di bawah kungkungan setan, di lembah kebingungan, dan terbelenggu di penjara hawa nafsu.

Berdasarkan pengalaman, bahkan keadaan orang-orang seperti mereka jauh lebih buruk daripada kaum muslimin pada umumnya. kiranya itulah hukuman dari Allah bagi mereka …

Bagai rajawali yang telah rontok bulu-bulunya
Setiap kali melihat burung terbang ia melihat segala kegagalannya.


catatan kaki:

[1] Muhammad bin Ishaq berkata, “Jumlah seluruh perang yang dikomandoi oleh Rasulullah saw adalah 27.” Lalu beliau menyebutnya satu persatu. al-Bidayah wan Nihayah 5/217


Source : Penawar Lelah Aktivis Dakwah

Menegakkan Syariat Secara Bertahap

Terhadap orang yang mengatakan kepada mereka : “Kalian tidak merealisasikan apapun selama ini.”
Maka mereka menjawab --dalam rangka pembelaan diri-- : “Menegakkan syariah itu harus dengan cara bertahap.”

Ucapan ini tidak benar karena beberapa hal.

1. Menegakkan syariat bisa dilakukan secara bertahap dengan jalan yang syar’i bukan dengan sistem barat.

2. Perkataan ini diucapkan oleh muballigh-muballigh propagandis pemilu dengan tujuan agar manusia mau menerima pemilu dan berkecimpung di dalamnya tanpa ada beban sedikitpun. Sedangkan para anggota majelis perwakilan dari kalangan kaum Muslimin bukanlah orang-orang yang berupaya menegakkan Islam secara bertahap dan tidak juga dengan cara lainnya. Sebagai bukti, tiap kali ada hukum (dari luar Islam) yang datang kepada mereka pasti mereka setujui kecuali orang- orang yang dirahmati Allah Azza wa Jalla meskipun di dalamnya terdapat begitu banyak penyimpangan syar’i. Ini apabila mereka dimintai pendapatnya maka bagaimana apabila hukum tersebut diputuskan tanpa mereka? Alangkah miripnya keadaan mereka dengan orang yang dikatakan oleh seorang penyair :
Urusan tuntas tatkala kekacauan telah hilang Mereka tidak dimintai izin padahal mereka para saksi

3. Kenapa kalian tidak memaparkan secara bertahap ini? Bahkan kalian meninggalkannya secara terbuka. Tujuannya kalau nanti ada yang mempersoalkan hal ini maka kalian bisa menjawab : “Kami berpendirian bahwa penerapan syariah itu harus dilakukan secara bertahap.”
Kuat sangkaan saya dan Allah Yang Maha Mengetahui bahwa kalian akan senantiasa berkata begini. Sampai kiamat kalian tidak akan menerapkan kaidah ini.Kalian tidak memiliki satu pun hukum yang terealisir kecuali yang berasal dari orang- orang sekuler. Kalian tidak memiliki apa-apa walau jumlah kalian banyak. Janganlah berkhayal karena kalian menguasai undang-undang yang “mengekang” kalian sendiri. Bertakwalah kepada Allah! Jadilah orang-orang yang jujur! Atas dasar ini, klaim kalian bahwa kalian akan menegakkan syariah secara bertahap adalah omong kosong belaka tidak ada hakikat dan buktinya. Demi Allah, saya khawatir kebaikan- kebaikan yang masih tersisa pada mereka malah mereka sia-siakan dengan dalih bahwa mereka sedang meniti tahapan.

Allah Azza wa Jalla telah berfirman :“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff : 2-3)


Kami Terpaksa Terjun Ikut Ke Dalam Pemilu Dan Parlemen Demokrasi

Al Ikrah atau “terpaksa” secara istilah berarti “membawa seseorang untuk mengerjakan atau mengatakan sesuatu yang dia tidak ingin melakukannya”. Ini adalah definisi “terpaksa” menurut ilmu ushul fiqih.Dengan pengertian ini berarti mesti ada pihak yang memaksa dan ada yang dipaksa. Dan mestinya orang yang memaksa mampu mengerjakan apa yang dikehendaki pada diri orang yang dipaksa. Itu karena lemahnya perlawanan orang yang dipaksa. Ini berdasarkan dalil dari Al Quran, Allah Azza wa Jalla berfirman :“Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa) akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran maka kemurkaan Allah menimpanya.” (QS. An Nahl : 106)Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :“Diangkat dari umatku (balasan) karena kesalahan, kelupaan dan yang dipaksa.” (HR. Thabrani dari Tsauban radliyallahu 'anhu)

Ayat dan hadits tadi menunjukkan bahwa ada orang yang memaksa seorang Muslim untuk mengerjakan perbuatan haram atau perkataan yang haram.

Para ulama telah membagi keterpaksaan ini menjadi dua bagian :Pertama, keterpaksaan orang yang mencari perlindungan. Yaitu ketika seseorang diancam untuk dibunuh atau diancam dengan sesuatu yang dia tidak mampu untuk menanggungnya disertai sangkaan kuat bahwa ancaman tersebut sangat mungkin dilaksanakan. Maka pendapat para ulama dalam masalah ini nyaris sama karena inilah ulama belakangan melihat perlunya membagi masalah ini menjadi dua.

Kedua, keterpaksaan orang yang tidak mencari perlindungan. Batasannya ialah bila seseorang diancam dengan sesuatu yang tidak sampai menyebabkan binasa atau seorang yang memaksa tidak mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk melakukan ancamannya.Melakukan yang diharamkan dengan alasan terpaksa adalah boleh dengan syarat tadi. Lantas kita tengok saudara-saudara kita ini. Kita katakan kepada mereka : “Siapa yang telah memaksa kalian untuk berkecimpung dalam pemilu?” Jika mereka katakan : “Mereka telah memaksa kami.”Kami jawab : “Kenyataannya tidak ada paksaan terhadap kalian dan tidak terjadi satu jenis pun pemaksaan, tidak yang besar tidak pula yang kecil. Karena memang tidak ada orang yang memaksa. Justru kalianlah yang menyerukan pemilu dan mencari-cari dalil (untuk membolehkannya) dan memerangi orang yang menyelisihi kalian dalam pemahaman tersebut.Maka pernyataan bahwa kalian “dipaksa” adalah pengakuan yang batil.

Kalau pengakuan mereka terbukti batil lantas apa maksud dari segala publikasi dan propaganda kalian ini? (Yakni bahwa kalian terpaksa). Jawabnya adalah dalam rangka melegalkan sikap-sikap mereka dan memperdaya masyarakat umum. Sehingga bila gagal mereka pun “dimaafkan” oleh masyarakat.

Andai yang mereka maksud dengan kata “terpaksa” adalah : “Kami tidak menyukainya namun desakan situasilah yang menuntut kami untuk terjun ke dalam pemilu.”
Tentang ini, sebentar lagi akan ada jawabannya dengan rinci. Akan tetapi di sini ada satu pertanyaan, kenapa kalian menempatkan kaidah syar’i tidak pada tempatnya? Bukankah ini berarti mempermainkan kaidah-kaidah syar’i agar sebagiannya bercampur baur dengan yang lain? Jawabannya, begitulah keadaan mereka. Allah- lah tempat mengadu

Ikut Demokrasi Memilih Bahaya Yang Lebih Ringan

Mereka mengatakan : “Kami mengakui bahwa pemilu ini buruk akan tetapi keikutsertaan kami adalah dalam rangka mengambil yang paling ringan dari dua mafsadat dan demi mewujudkan kemaslahatan yang lebih besar.”

Kami katakan, ikut serta dalam majlis perwakilan. Menurut kalian itulah yang paling ringan bahayanya. Mari kita lihat apa yang dimaksud dengan bahaya yang ringan menurut mereka.

Pertanyaan pertama, siapakah hakim dalam majlis perwakilan tersebut, Allah-kah ataukah manusia? Jawabannya, manusia tentu saja.

Pertanyaan kedua, apabila hukum manusia yang berkuasa di majlis perwakilan, apakah yang seperti ini tergolong syirik kecil ataukah syirik besar? Jawabannya, ini syirik besar. Kenapa syirik besar? Karena hukum Allah Azza wa Jalla diabaikan dan di sana ada orang-orang yang tidak mengakui hukum Allah akan tetapi hukum-hukum menurut mereka pada suara terbanyak. Dan telah berlalu bahwa hakim dalam majelis perwakilan adalah manusia bahkan hukum Allah Azza wa Jalla ditolak dan bisa digugat dan ini tidak diragukan lagi adalah syirik besar. Apabila ini adalah kesyirikan berupa penentangan terhadap syariat Allah lantas masih adakah dosa yang lebih besar daripada kesyirikan dan kekufuran ini? Sebagaimana Allah firmankan :“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa’ : 48)

Karena syirik adalah dosa yang paling besar maka Allah tidak mengampuni dosa pelakunya bila ia mati dalam keadaan demikian.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah ditanya : “Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?” Beliau menjawab : “Yaitu kamu menjadikan bagi Allah tandingan padahal Dia yang telah menciptakan kamu.” Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ditanya lagi setelah itu maka beliau menjawab : “Kamu membunuh anakmu sendiri karena khawatir ia ikut makan bersamamu (takut melarat) … .” (Muttafaq ‘alaih dari Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu)

Jelaslah bagi kita bahwa mereka pada beberapa kondisi telah melakukan tindak kesyirikan yang besar. Dan bukanlah bahaya yang paling ringan.Allah Azza wa Jalla telah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpin, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al Maidah : 5)

Ini adalah hukum Allah Azza wa Jalla terhadap orang-orang yang loyal kepada orang-orang yahudi dan nashara.

Allah Azza wa Jalla berfirman :“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir) maka janganlah kamu duduk beserta mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. An Nisa’ : 140) Allah Ta’ala tidak mengatakan, maa ‘alaikum min syai’un (kalian tidak terkena resiko apapun) dan juga tidak mengatakan : “Kecuali partai-partai Islam, sesungguhnya hal itu disyariatkan bagi mereka.”

Kami katakan kepada mereka, apakah mereka telah bertanya kepada ulama tentang mafsadat yang mereka pilih? Sudahkah mereka menjelaskan kepada para ulama hakikat perbuatan mereka ini? Ataukah mereka menipu ulama? Kalau demikian, kaidah ini telah digunakan bukan pada tempatnya.

Memang benar bahwa sebagian perbuatan buruk boleh dilakukan untuk mewujudkan kemaslahatan yang besar seperti yang dilakukan para shahabat tatkala mereka melihat rambut kemaluan anak-anak yahudi Bani Quraizhah dengan tujuan untuk mengetahui antara yang sudah tumbuh rambutnya dan yang belum tumbuh. Jika rambutnya sudah tumbuh maka dibunuh dan jika belum maka tidak dibunuh.

Namun telah jelas bagi kita bahwa kaidah tersebut tidak diterapkan sesuai dengan hakikatnya. Inilah musibah partai-partai Islam, mereka menerapkan sesuai dengan selera hawa nafsu sendiri sehingga mereka diharamkan (dijauhkan) dari ittiba’ (mengikuti sunnah). Wa Billahit Taufiq.

Kemudian kemaslahatan besar apa yang telah mereka wujudkan? Kita telah mengetahui kejahatan yang mereka terjerumus ke dalamnya. kemudian kita penasaran dengan kemaslahatan yang mereka maksud. Karena mereka senantiasa berujar bahwa mereka akan mewujudkan kemaslahatan yang besar.

Jawabannya : Nyatanya sejak enam puluh tahun yang lalu telah menjadi sesuatu yang tak terbantahkan bahwa mereka tidak mewujudkan satu pun kemaslahatan untuk Islam. Adapun ucapan mereka bahwa mereka berkecimpung di arena pemilu dalam rangka menempuh sesuatu yang bahayanya paling ringan dan dalam rangka mendirikan negara Islam dan menerapkan syariat Islam, semua itu slogan kosong semata. Bisakah syariat ditegakkan sementara masyarakat dalam keadaan tidak siap untuk menerimanya? Jawabannya, tidak! Perhatikanlah isi hadits riwayat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu tentang kisah Hiraqlius. Tatkala Abu Sufyan memberitahukan kepadanya tentang sifat-sifat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan dakwahnya lantas datanglah surat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melalui pembesar negeri Bushra. Setelah membaca surat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tersebut dia -- Hiraqlius-- mengatakan : “Wahai sekalian rakyat Roma, apakah kalian ingin keadaan bahagia dan teratur serta kerajaan kalian stabil? Lihatlah Nabi ini.” Maka rakyatnya pun lari dengan sangat kencang namun pintu-pintu telah tertutup. Lalu Hiraqlius memanggil lagi dan mengatakan : “Saya melakukan hal itu hanya untuk mengetahui kekokohan kalian terhadap agama kalian.” Maka rakyatnya pun sujud kepadanya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Meski Hiraqlius adalah seorang raja yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan, ia tidak mampu memaksa rakyatnya untuk masuk agama Islam. Begitu pula Raja Najasyi setelah masuk Islam dan turun ayat :“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad) kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran).” (QS. Al Maidah : 83) Dan ayat-ayat lainnya, lihat kitab Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul karya Syaikh Muqbil hafizhahullah. Tatkala beliau --Raja Najasyi-- wafat tidak ada yang menshalatinya maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun menshalatinya.

Dia seorang raja kristen di negeri Habasyah, dia bukanlah orang yang naik ke kursi lantas menegakkan Islam. Ini menandakan pemahaman mereka yang rancu dan timbul dari tidak adanya fiqhul waqi’!!!Kami katakan kepada partai-partai Islam, pelajarilah ilmu-ilmu syar’i!

Akan tetapi mereka tidak dianugerahi kepada jalan ini maka harus diawali dengan memperbaiki masyarakat sebelum sampai ke tampuk kekuasaan. Kami katakan juga, ajarilah manusia ilmu-ilmu agama dan jangan ajari mereka tentang ambisi- ambisi akan tetapi mereka tidak pula dikaruniai kebaikan ini. Demi Allah, kami telah banyak melihat partai-partai Islam ketika menguasai sebagian departemen, mereka lebih konsisten dengan aturan dan UU (buatan manusia) daripada yang lain. Bila mereka ditanya : “Apakah Allah memerintahkan hal ini?” Mereka menjawab : “Ini adalah aturan.”

Lantas mana perubahan yang telah kalian lakukan terhadap kerusakan-kerusakan yang kalian dengung-dengungkan ke telinga manusia? Kalian telah menghabiskan segenap harta dan mengalihkan manusia dari sesuatu yang lebih bermanfaat berupa konsisten terhadap tersebarnya Sunnah dan menjauh dari bid’ah! Dan Allah Maha Kuasa atas segala urusan meski kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

 
Support : Ahlu Tsughur | Tauhid Wal Jihad
Right to Copy© 2011-2013. Tak Kan Kubiarkan Islam Dihancurkan - All Rights Reserved
Template Modify By Ahlu Tsughur'
Proudly powered by Blogger